ABSTRACT
Myth has become interesting even in modern era. It is
a legend or a story that comes from culture in society. It is also a means for
conveying a message. Old literature such as Ceritera Asal Bangsa Jin dan Segala
Dewa-Dewa has specific myth about dynasty of King Bima. This paper uses
Structuralism theory by Levi Strauss as analyzing tool. The processes of
analyzing are as follows: the story divides to episode and sub episode. Then,
the writer determines the themes (Ceriteme) that has relating to the story. Finally,
the writer concludes the story that consists of five themes. First, the history
of Bima society or dynasty of King Bima comes from sacred people. Second, King
Bima has perfect character (sensible). It begins with human creation that
consists of four materials fire, wind, water, and land. Third, dynasty of King
Bima is the faithful (Islam). Fourth, King Bima has heroic character in winning
the war. And fifth, King Bima is amorously people and caring about social
interest. After all, the story talks about the history of the region and
kinship system or descent of dynasty King Bima relating with other region such
as Dompu dynasty and its descent or King Bima also becomes the king in
Istanbul-Rum, Jepun-Cina, or King Andalas in Minangkabau.
Keywords:
Myth, dynasty of king Bima, episode and ceriteme
ABSTRAK
Mitos masih selalu menjadi
sesuatu yang menarik meski di zaman modern. Mitos merupakan dongeng atau kisah
yang lahir dalam kebudayaan suatu masyarakat. Mitos sebagai sarana dalam menyampaikan
pesan-pesan. Karya sastra lama Ceritera
Asal Bangsa Jin Dan Segala Dewa-Dewa memiliki mitos yang kuat khususnya tentang
wangsa raja Bima. Makalah ini menggunakan teori strukturalisme Levi Strauss
sebagai alat analisis. Proses analisis melalui beberapa tahapan, yaitu
pembagian episode dan subepisode pada seluruh isi cerita, kemudian menentukan
ceriteme-ceriteme yang memiliki relasi-relasi cerita. Kemudian didapatlah
kesimpulan dari hasil pembahasan, yaitu pertama, sejarah masyarakat Bima atau
wangsa raja Bima dari garis keturunan orang-orang sakti. Kedua, akhlak wangsa
raja Bima yang mulia atau sempurna (berakal). Hal ini berangkat dari mitos penciptaan
manusia dari empat unsur, yaitu api, angin, air, dan tanah. Ketiga, wangsa raja
Bima yang beriman (beragama islam). Keempat, wangsa raja Bima yang berjiwa pahlawan,
handal dalam memenangkan perang. Kelima, wangsa raja Bima yang pengasih dan peduli
kepentingan sosial. Selain itu, terkait pula sejarah keberadaan wilayah dan
sistem kekerabatan atau darah keturunan dengan wangsa di kerajaan lain seperti
wangsa Dompu dan keturunan leluhur raja Bima menjadi raja di Istambul-Rum, raja
di Jepun-Cina, raja di Andalas Minangkabau.
Kata kunci: mitos, wangsa
raja Bima, episode dan ceriteme
I.
PENDAHULUAN
Membaca nusantara Indonesia tidak dapat
dilepaskan dari kekayaan yang salah satunya adalah cerita rakyat dan biasanya mengandung
mitos. Tentu wacana mitos bukanlah sesuatu yang asing dan tertinggal karena
pada perjalanannya masyarakat kita masih saja ada yang melestarikannya. Hal ini
tidak menjadikan masyarakat dalam nila-nilai negatif selama adanya manfaat
sebagaimana mitos dalam perspektif Levi Strauss adalah dongeng. Dongeng
merupakan sebuah kisah atau cerita yang lahir dari khayalan manusia meskipun
unsur-unsur khayalan tersebut berasal dari apa yang ada dalam kehidupan manusia
sehari-hari (Ahimsa-Putra,2001:77). Kemudian ditambahkannya bahwa mitos
disampaikan melalui bahasa dan mengandung pesan-pesan. Pesan tersebut diketahui
lewat penceritaan (Ahimsa-Putra,2001:80).
Karya sastra
lama yang cukup penting dalam khasanah kesusastraan Indonesia diantaranya
adalah naskah Ceritera Asal
Bangsa Jin dan Segala Dewa-Dewa –kemudian disingkat Ceritera Asal. Salah satu karya sastra
lama di nusantara yang pernah ditulis dalam bentuk naskah dan dokumen oleh
Henri Chambert-Loir bekerja sama dengan Ecole Francaise D’Ektreme-Orient.
Ceritera Asal berisi mitos asal wangsa raja Bima. Cerita tersebut
dapat dianggap sebagai campuran kacau dari berbagai dongeng dan legende yang
diambil dari aneka ragam sumber. Mitos akan raja Bima yang menjadi tema kisah
dalam cerita tersebut sebenarnya masih memiliki berbagai varian. Dengan
demikian, teks cerita tersebut dapat digolongkan sebagai sastra sejarah. Hal
ini dikarenakan adanya keterkaitan dengan sejarah kerajaan Bima, meskipun tidak
adanya kepastian tahun yang menjadikan kuatnya akan fakta sejarah dalam Cerita Asal.
Ceritera
Asal
terkandung dalam empat naskah bertulisan Jawi. Keempat naskah tersebut
masing-masing diberi simbol: B (Berlin), J (Jakarta), L (Leiden), dan S
(Sumbawa). Makalah ini memilih naskah B untuk dianalisis berupa pengungkapan
mitos di dalamnya yang berkaitan dengan wangsa raja Bima. Naskah B ditulis pada
1851. Tidak ada keterangan penulis dan tempat dituliskannya naskah ini. Naskah
ini merupakan koleksi dari Karl Schoemann dari Indonesia pada saat tinggal di
Buitonzorg dan Batavia. Pada saat itu ia menjadi guru swasta anak-anak Gubernur
Jenderal J.J Rochussen.
Teori strukturalisme Levi Strauss digunakan dalam makalah ini sebagai alat
dalam mengungkap mitos-mitos dalam Ceritera
Asal. Mitos menurut Levi Strauss berada dalam dua waktu sekaligus, yaitu
waktu yang bisa berbalik (sinkronis) dan waktu yang tidak bisa berbalik
(diakronis). Hal ini terlihat dari fakta bahwa mitos selalu menunjuk pada
peristiwa yang terjadi di masa lampau. Di lain pihak, pola-pola khas mitos
merupakan ciri yang membuat mitos dapat tetap relevan dan operasional dalam
konteks yang ada sekarang (Ahimsa-Putra,2001:81).
Ceritera Asal sebagai karya sastra lama yang sarat akan mitos khususnya pada perkembangan
wangsa raja Bima, yang tentu memiliki nilai-nilai karakteristik masyarakatnya,
baik sebagai mahluk sosial yang berakhlak dan bersosial, maupun keterkaitan
akan sejarah yang melatarbelakangi penciptaan karya tersebut. Dengan demikian,
analisis tentang keberadaan wangsa raja Bima dalam aspek mitos-mitos demi
membaca lebih jauh mengenai masyarakat wangsa Bima tersebut dalam Ceritera Asal menjadi menarik.
II. PEMBAHASAN
1. Ceritera Asal
Bangsa Jin dan Segala Dewa-Dewa sebagai
Mitos
Ceritera
Asal
bagi pembaca saat ini merupakan cerita aneh, ajaib, bahkan mistis. Ceritera Asal mengisahkan asal-usul
wangsa raja Bima serta terkait pula wangsa Dompu. Dalam Ceritera Asal ditemukan peristiwa-peristiwa tidak logis dialami tokoh-tokohnya.
Mitos pertama, yaitu kisah asal-usul
wangsa raja Bima dari bangsa jin bernama Jan Manjan. Jin tersebut kemudian
beranakpinak hingga terjadi perkawinan
antara jin dengan dewa dan jin dengan manusia. Kesekian keturunan jin Jan
Manjan adalah Begawan Basugi dan Begawan Biyasa. Begawan Biyasa menjadi asal
keturunan raja-raja di Bima. Begawan Biyasa memiliki dua anak, bernama Pandu
Dewanata dan puteri bernama Ganti Nadzraja. Keduanya menikah dan memiliki keturunan
bernama Pandawa Lima, yaitu Sang Bima, Sang Kula, Sang Rajuna, dan Sang Dewa.
Sang Bima sampai di Pulau Satonda dan
melihat puteri raja naga, dari tatapan itulah puteri tersebut hamil dan
lahirlah anak perempuan bernama Indera Tasi Naga. Kemudian Sang Bima
memperistri anaknya sendiri dan melahirkan dua orang putera, yaitu Maharaja
Indera kemala dan Maharaja Indera Zamrut. Indera Zamrut menjadi raja Bima dan
memiliki keturunan. Demikian kisah asal-usul wangsa raja Bima yang
dikategorikan mitos. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut.
“Alkisah maka
tersebutlah ceritera Maharaja Zamrut yang tinggal itu. maka adalah diceritakan
oleh orang yang empunya ceritera ini paduka Maharaja Indera Zamrut menjadi raja
Bima memegang kerajaan dengan kuasanya. Maka adalah raja Jawa dan Bali dan
Sumbawa dan Ende dan Sumba dengan segala tanah benua Manggarai lalu kepada
Masyrik pun habislah bertakluk kepadanya dan membawa upeti kepada Tanah Bima (Ceritera Asal, 1985:119)”.
Mitos kedua, adanya perkawinan yang
tidak logis antara bangsa jin, bangsa manusia, dan bangsa dewa. Perkawinan
ajaib, aneh, bahkan mistis tersebut pada Batara Tunggal yang memiliki puteri cantik
bernama Julus al-Asyikin yang diperistri oleh bangsa manusia yaitu Iskandar
Zulkarnain. Hal ini tidak logis karena adanya perkawinan antara bangsa jin dan manusia.
Perkawinan tersebut menghasilkan keturunan yang masing-masing menjadi Raja
Istambul, Raja Cina, dan Raja Andalas. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan
sebagai berikut.
“....lalulah
dikawinkannya raja Iskandar itu dengan anaknya puteri Julus al-Asyikin itu.
maka dimulai berjaga-jaga dan ramai-ramai pun tiadalah terkata lagi segala
bunyi-bunyiannya. Semuanya pun ditiup dan dipalukan dan segala permainan
dimainkan oleh jin samanya jin dan manusia samanya manusia dan peri samanya
peri dan mambang samanya mambang dan cendera samanya cendera. Maka alam pun
seolah-olah dunia akan kiamat (Ceritera
Asal,1985:109)”.
Mitos ketiga, adanya penciptaan manusia pertama
(nabi Adam) yang berasal dari empat anasir atau empat unsur. Dikisahkan dalam Ceritera Asal bahwa manusia diciptakan
dari empat anasir, yaitu api, angin, air, dan tanah. Hal ini jelas berbeda
dengan sejarah penciptaan manusia di dalam Al-quran, di mana manusia diciptakan
dari tanah. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan Ceritera Asal sebagai berikut.
“Dijadikan Allah
taala jin itu daripada hujung api yang tiada berasap. Maka Allah subhanau wa
taala menjadkan nabi Adam itu daripada asal yang keempat, yaitu api, angin,
air, dan tanah, sebab itulah maka segala manusia itu masing-masing dengan
tabiatnya dan fiilnya... (Ceritera Asal,1985:101)”.
Mitos pada Ceritera Asal di atas tentang silsilah wangsa raja-raja Bima yang
berasal dari jin, manusia, bahkan dewa menunjukkan betapa mistisnya wangsa raja
Bima.
2. Sinopsis
Cerita
tentang asal bangsa jin dan segala dewa-dewa. Dahulu, Allah subhanahu wataala
menciptakan bangsa jin dan dewa yang turun menjadi raja yang kebesaran atau
raja yang agung dan menteri yang patuh serta segala manusia yang dibawah angin
sampai pada sekarang. Dikisahkan
permulaan keturunan jin pertama bernama Jan Manjan. Ia berputera tiga; yang
sulung menjadi penerus ayahnya dalam mengelilingi dunia dan mengerjakan titah Tuhan
Malik al-Kudus, yang tengah menjadi asal keturunan dewa dan mambang, yang
bungsu menjadi asal keturunan cendera dan peri.
Keturunan selanjutnya sampai pada
Begawan Basugi yang memiliki putera Batara Tunggal. Kemudian Batara Tunggal
memiliki puteri yang sangat cantik bernama Julus al-Asyikin yang diperistri oleh
Iskandar Zulkarnain setelah bangsa jin kalah dalam peperangan dengan bangsa
manusia untuk menyebarkan agama islam.
Cucu Maharaja Indera Palasyara bernama
Begawan Biyasa menjadi asal keturunan raja-raja di Bima. Begawan Biyasa memiliki
dua anak, yang sulung bernama Pandu Dewanata dan yang bungsu adalah puteri
bernama Ganti Nadzraja. Keduanya menikah atau melakukan kawin sumbang dan memiliki
keturunan bernama Pandawa Lima.
Kelima anak Pandu Dewanata bernama; Sang
Bima, Sang Kula, Sang Rajuna, dan Sang Dewa. Kelima pandawa tersebut islam.
Sang Bima dan adik-adiknya berperang dengan Maharaja Boma untuk merebut atau
menguasai tanah Jawa. Di tengah pertempuran, Sang Rajuna terkena anak panah
Boma dan pingsan. Bima pergi ke kayangan untuk mendapatkan obat dan bertemu
dengan perempuan tua asal bangsa keturunan sang Yang Winaya bernama Dewa Arimbi.
Bima akhirnya mendapat obat dengan syarat harus memperistri Dewa Arimbi.
Pernikahan mereka menghasilkan anak bernama Katut Kaca.
Ceritera
Asal bagian
selanjutnya menceritakan pendirian wangsa raja Bima; dari perjalanan Sang Bima
di sekitar pulau Sumbawa. Ketika itu, Sang Bima sampai di Pulau Satonda dan
melihat puteri raja naga dan dari tatapan itulah puteri tersebut hamil. Sedang
sang Bima melanjutkan perjalanannya, lahirlah anak perempuan bernama Indera
Tasi Naga. Ketika kembali, Sang Bima memperistri anaknya sendiri dan melahirkan
dua putera, yaitu Maharaja Indera kemala dan Maharaja Indera Zamrut. Kedua anak
tersebut diletakkan pada sebuah buluh yang ditutupnya dengan mutiara. Kemudian
dibuang ke laut dan terapung di Dompu. Wajah kedua anak itu berseri-seri
bagaikan bulan dan matahari sehingga disambut gembira oleh orang Dompu, namun
kedua anak tersebut tinggal di Bima. Kemudian Indera Zamrut memohon kepada
kakaknya untuk menjadi raja di bagian timur.
Terjadi perselisihan antara kakak
beradik itu. Ketika Indera Zamrut meminjam kailnya dan ternyata kailnya ditelan
oleh anak raja ikan. Ikan-ikan ternyata gempar karena raja mereka kena penyakit
kerongkongan berat. Diselamatkannya raja ikan itu dan ia bersahabat dengan rakyat ikan, alhasil
ditemukannya kail kakaknya dan dikembalikannya, tetapi kakaknya sudah tidak
rela. Kemudian kakaknya diberitahu kalau adiknya sedang sakit. Indera Kemala
pun lari tergopoh-gopoh hingga menjatuhkan biji wijen milik adiknya dalam pasir
putih. Karena kecewa atas perselisihan itu, Indera Kemala memilih membuang diri
ke timur dan hilang di Oi Mbora.
Indera Zamrut akhirnya menjadi raja
Bima. Raja-raja Jawa, Bali, Sumbawa, Ende, Sumba, Manggarai sampai ke timur
takluk kepadanya dan membawa upeti ke Bima. Ditempat bernama Air Te, Indera
Zamrut memperistri peri dan memperoleh puteri bernama puteri Indera Peri. Peri
tersebut pulang ke kayangan, tetapi tiap malam turun ke bumi untuk menyusui
anaknya. Kemudian Maharaja Indera Zamrut memperistri anaknya sendiri dan
memperoleh seorang putera dan dua orang puteri.
Anak sulung Indera Zamrut memperistri
adik perempuan dan memperoleh empat putera dan seorang puteri. Anak sulung
menjadi raja di Dompu, yang kedua menjadi raja di Bolo, yang ketiga duduk di
Waki, dan yang keempat memperistri adik perempuan. Kemudian mereka beranak dua,
yang putera mengawini adiknya dan medapat dua putera dan dua puteri. Putera
sulung mengawini salah seorang adiknya dan menjadi menteri. Putera bungsu
mengawini adiknya yang lain dan menjadi raja. Kemudian dia pergi ke Majapahit
dan memperistri anak dewa. Mereka mendapat seorang putera dan tiga puteri.
Selanjutnya, anak laki-laki mengawini salah seorang adiknya. Dia memerintah di
Jawa dan di Bima, tetapi tidak memiliki keturunan. Muncul dewa di Seruhu yang
merupakan Maharaja Indera Kemala. Dia akhirnya memperistri janda raja yang
tidak beranak. Akhirnya mereka memiliki putera yang mengawini adik ibunya. Akhir
cerita mereka memiliki dua puluh putera dan sepuluh puteri.
3.
Episode Ceritera Asal Bangsa Jin dan Segala
Dewa-Dewa
Setelah mengetahui sinopsis Ceritera Asal, selanjutnya akan
diuraiakan isi cerita menjadi beberapa episode. Hal ini dilakukan untuk
mempermudah penemuan ceiteme-ceriteme yang akan dipersandingkan.
Episode I
(Penciptaan Jan Manjan dan keturunannya)
1)
Jan
Manjan diciptakan dari ujung api yang tiada berasap.
2)
Adam
diciptakan dari empat anasir, yaitu api, angin, air, dan tanah.
3)
Jan
Manjan berputera tiga; yang sulung bernama Batara Indera Guru menjadi penerus
keturunan bangsa jin, yang tengah menjadi asal keturunan dewa dan mambang, dan
yang bungsu mejadi asal keturunan cendera dan peri.
4)
Batara
Indera Guru memiliki keturunan; Batara Indera Brama, Batara Indera manis, dan
Maharaja Indera Palasyara yang kemudian memiliki dua anak.
5)
Kedua
anak tersebut bernama Begawan Basugi menjadi raja jin di Magrib dan Begawan
Biyasa menjadi raja di Musyrik atau kayangan.
6)
Batara
Tunggal memiliki anak dari Begawan Basugi; puteri bernama Julus al Asyikin.
Episode II (Perang
sabil oleh Iskandar Zulkarnain melawan Jin Magrib dan Jin Masyrik)
1)
Iskandar
dan Nabi Khidir menyerang kerajaan jin atau kota Batara Tunggal.
2)
Batara
Tunggal dan rakyatnya menyerah dan memeluk islam.
3)
Iskandar
dikawinkan dengan putri Julus al-Asyikin.
4)
Iskandar
berputera tiga; menjadi raja di Istambul-Rum, raja di Jepun-Cina, dan raja di
Andalas Minangkabau.
5)
Iskandar
menyerang Tanah Masyrik diiringi oleh Batara Tunggal dan raja-raja peri,
mambang, dan dewa.
6)
Setelah
tujuh tahun berperang di kota Batara Ratu atau Masyrik akhirnya Iskandar
memenangkan pertempuran dan Batara Ratu menyerah dan memeluk islam.
7)
Iskandar
pulang ke negeri Arab.
Episode III (Begawan
Biyasa menjadi asal keturunan raja-raja di Bima)
1)
Begawan
Biyasa mempunyai dua anak; yang putera bernama Pandu Dewanata yang
memperistrikan adiknya sendiri yang bernama Ganti Nadzraja.
2)
Pandu
Dewanata memiliki lima anak, yaitu pandawa lima; Maharaja Darmawangsa, Sang
Bima, Sang Kula, Sang Rajuna, dan Sang Dewa.
3)
Pandawa
lima tersebut berperang memperebutkan tanah Jawa dari Maharaja Boma.
Episode IV (Bima
dibantu Katut Kaca Menaklukkan Boma atau Tanah Jawa)
1)
Rajuna
terkena anak panah Boma.
2)
Darmawangsa
turun ke bumi menolong adik-adiknya.
3)
Bima
pergi ke kayangan dan mencari obat untuk Rajuna.
4)
Bima
memperistri Dewa Rimbi.
5)
Bima
memiliki putera bernama Katut Kaca.
6)
Bima
dan Katut Kaca berhasil merebut tanah Jawa.
7)
Darmawangsa
pergi bersemedi ke Gunung Seumawe dan meninggalkan tahtanya.
8)
Katut
Kaca menjadi Raja menggantikan Darmawangsa.
9)
Nabi
Muhammad memerintahkan para sahabat untuk mengislamkan segala jin dan manusia
di bumi. Dan diingatkan negeri Pasai telah diislamkan oleh Iskandar.
10)
Suruhan
cucu nabi Muhammad, yaitu Sayyid Muhammad dan Sayyid Ibrahim tiba di Pasai dan
menganggap bangsa tersebut kafir karena tidak berbaju ala Arab.
11)
Pembesar
kerajaan membaca kalimat syahadat dan membacakan seluruh isi Al-quran.
12)
Suruhan
cucu nabi Muhammad memilih tinggal di Pasai untuk menebus kesalahan.
Episode V
(Pendirian Wangsa raja Bima)
1)
Sang
Bima pergi dari pulau Jawa ke arah timur.
2)
Bima
sampai di pulau Satonda.
3)
Bima
menatap puteri raja naga dan hamillah sang puteri.
4)
Lahir
anak perempuan bernama Indera Tasi Naga.
5)
Sang
Bima memperistri anaknya, Indera Tasi Naga.
6)
Bima
memiliki putera bernama Maharaja Indera Kemala dan Maharaja Indera Zamrut.
7)
Kedua
bayi tersebut dibuang oleh Bima atau ayahnya, ke laut dengan buluh dan mutiara.
8)
Bima
menyuruh anaknya sampai ke negeri Bima.
9)
Orang
Dompu menyambut gembira kedatangan dua anak itu.
10)
Kedua
anak itu akhirnya tinggal di Gunung Parewa lalu Bukit Londo.
11)
Ncuhi
Dara dan Ncuhi Padolo memohon kedua anak itu menjadi raja di negeri Bima.
12)
Kedua
anak itu pergi ke Padolo.
13)
Indera
Zamrut memohon pada kakaknya pergi ke barat dan menjadi raja.
Episode VI (Perselisihan
Indera Kemala dan Indera Zamrut)
1)
Indera
kemala beristana dekat laut Gema Mengail.
2)
Indera
Zamrut meminjam kail dan mengail di Tanjung Tonggohalo.
3)
Kail
ditelan ikan kerapu dan talinya putus.
4)
Indera
Kemala melarang adiknya atau Indera Zamrut mengganti atau membayar kail.
5)
Indera
Zamrut mengeluarkan kail dari mulut ikan dan dihadiahi sebatil penuh wijen.
6)
Indera
Zamrut berbohong dan meminta Indera Kemala datang ke kerajaannya.
7)
Indera
Kemala datang tergopoh-gopoh dan menumpahkan wijen di atas pasir.
8)
Indera
Zamrut marah dan meminta kakaknya memungut wijen yang tumpah di pasir.
9)
Indera
Kemala kecewa atas dan membuang diri ke timur dan hilang di Oi Mbora.
Episode VII (Perkawinan Indera Zamrut dengan bidadari)
1)
Indera
Zamrut menjadi raja di Bima.
2)
Di
Air Te, Indera zamrut memperistri peri bernama Putri Fari Dewi Tia.
3)
Indera
Zamrut memiliki anak atau puteri.
4)
Maharaja
Indera zamrut memperistri anaknya sendiri.
5)
Maharaja
Indera Zamrut memperoleh seorang putera dan dua orang puteri.
6)
Keturunan Maharaja Indera zamrut saling kawin
sumbang antara dua saudara sampai delapan angkatan atau keturunan.
7)
Anak
sulung Indera Zamrut memperistri adik perempuannya dan memperoleh empat orang
putera dan seorang puteri.
8)
Anak
sulung dari perkawinan di atas menjadi raja di Dompu, kedua menjadi raja di
Bolo, ketiga tinggal di Waki, dan keempat memperistri adiknya.
9)
Mereka
saling kawin dan menghasilkan dua putera dan puteri.
10)
Putra
sulung mengawini salah seorang adiknya dan menjadi menteri (Raja Bicara).
11)
Putra
bungsu mengawini adiknya dan ke Majapahit lalu memperistri anak dewa.
12)
Mereka
mendapat seorang putera dan tiga puteri.
13)
Anak
laki-laki mengawini adiknya dan menjadi raja di Jawa dan Bima tetapi tidak
memiliki anak atau keturunan.
14)
Muncul
Maharaja Indera Kemala sebagai dewa di Seruhu.
15)
Maharaja
Indera kemala memperistri janda raja yang tidak beranak.
Angka Romawi di atas menunjukkan
episode, sedangkan angka Arab merupakan sub-sub episode. Ceriteme-ceriteme yang
akan dipersandingkan dalam pembahasan berikutnya, diambil dari rangkaian
peristiwa dalam sub-sub episode. Ceriteme-ceriteme diambil dari sub-sub episode
yang letaknya belum tentu berurutan.
4.
Relasi-Relasi
dalam Ceritera Asal Bangsa Jin dan Segala
Dewa-Dewa
Pembacaan
secara keseluruhan terhadap Ceritera Asal
memberikan peluang untuk melakukan pembagian cerita dalam beberapa episode yang
terdiri atas sub-sub episode. Ceriteme-ceriteme pun ditemukan pada tingkat sub
episode, baik implisit maupun eksplisit.
Ceriteme-ceriteme
yang disusun bertujuan untuk mempermudah penafsiran perbuatan tokoh yang ada di
dalam relasi. Selain itu, langkah ini berfungsi untuk menunjukkan makna-makna
yang terkandung di dalam relasi antarceriteme yang mewakili seluruh teks Ceritera Asal. Dengan demikian, akan
ditemukannya sejarah, sistem kekerabatan, kehidupan sosial, nilai-nilai kejiwaan,
akhlak, agama, yang melatarbelakangi dimana cerita ini berasal.
Perbandingan antarceriteme tidak dapat
dilepaskan dari keseluruhan cerita, meskipun tidak semua tokoh dan peristiwa
terlibat dalam perbandingan antarceriteme. Hanya tokoh atau peristiwa yang
mempunyai relasi saja yang diambil dalam perbandingan secara struktural. Kemudian
ceriteme yang diperbandingkan dan membentuk relasi berasal dari subepisode dan
episode sebagai berikut.
Relasi I “Perbedaan
Karakteristik antara bangsa Jin dan Manusia Lewat Tokoh Keturunan Jan Manjan
dan Iskandar Zulkarnain”
Relasi I memuat ceriteme-ceriteme yang diambil dari episode I-II yang
menggambarkan bagaimana karakteristik bangsa jin dan manusia. Karakteristik
yang berbeda antara jin dan manusia tidak terlepas dari latarbelakang
penciptaan.
Ceriteme-ceriteme yang memuat tokoh
manusia yang beriman pada islam melalui tokoh Iskandar Zulkarnain dan tokoh jin
yang belum memeluk islam diwakilkan dengan keturunan-keturunan Jan Manjan,
yaitu Batara Tunggal dan Batara Ratu. Kedua tokoh tersebut memiliki
ceriteme-ceriteme yang termuat dalam perbedaan, yang membentuk relasi-relasi
yang saling berlawanan.
Manusia dan jin memiliki keturunan
atas bangsanya. Iskandar Zulkarnain mengajak keturunan jin, yaitu Batara
Tunggal yang menempati kota Magrib untuk memeluk islam. Ajakan tersebut tidak
disetujui oleh raja sehingga terjadi perang selama tujuh belas tahun. Kemudian
nabi Khidil memberi pertolongan kepada Iskandar Zulkarnain untuk mengalahkan
Batara Tunggal. Alhasil, Iskandar Zulkarnain menang dalam peperangan dan
menyarahlah Batara Tunggal beserta rakyat jinnya dan memeluk islam.
Perjalanan Iskandar Zulkarnain dalam
melakukan pengislaman terhadap bangsa jin di kota Batara Ratu di Masyrik dan
terjadilah perang. Batara Tunggal dengan bala tentaranya turut membantu. Bangsa
manusia akhirnya mampu mengalahkan bangsa jin tersebut. Raja Batara Ratu kalah,
menyerah, dan memeluk islam.
Ceriteme-ceriteme yang menunjukkan
relasi “perbedaan karakteristik antara bangsa jin dan manusia” jika dirangkaikan
akan membentuk skema berikut.
Tokoh Ceriteme
IS → manusia dari 4 anasir Nabi Adam Islam
BT→ Jin Magrib Asal muasal
dari api Keturunan Jan
Manjan agama tidak
beragama
BR→Jin Masyrik dari
api Jan Manjan tidak beragama
IS → menyerang menang
Peperangan
untuk pengisalaman BT → diserang Akhir Perang kalah & memeluk Islam
BR → diserang kalah & memeluk Islam
Keterangan:
IS
= Iskandar Zulkarnain
BT
= Batara Tunggal
BR
= Batara Ratu
Garis = ceriteme yang
diperbandingkan
Garis
.................... = ceriteme pembanding/yang membandingkan
Gambar. 1. Skema
relasi perbedaan karakteristik antara bangsa jin dan manusia lewat tokoh
keturunan Jan Manjan dan Iskandar Zulkarnain
Keterkaitan asal muasal penciptaan
sebagai makhluk Allah perlu diketahui untuk mengungkapkan makna dari relasi
tersebut, dimana manusia dengan keempat anasir dalam proses terjadinya manusia
membuat manusia memiliki karakteristik yang berbeda dengan makhluk lain.
Perbedaan karakteristik yang
kemudian berelasi dengan pemikiran tentang Tuhan dan agama Islam, jelas telah
terlihat dari mulai proses penciptaan. Jin diciptakan hanya dari api. Sifat api
adalah simbol akan sesuatu yang panas dan mengerikan, sedangkan manusia diciptakan dari empat unsur anasir,
yaitu api, angin, air, dan tanah.
Empat unsur tersebut sebagai simbol adanya
korelasi antarunsur sehingga membentuk suatu wujud: manusia yang lebih sempurna
dari jin. Dimana api menunjukkan panas dan mengerikan dalam diri manusia,
kemudian di lengkapi dengan angin yang memberikan hembusan atau harapan akan
sebuah kehidupan yang tidak mengerikan seperti api. Selain itu, unsur air
menjadi simbol akan kesejukan dan kedamaian, kemudian tanah sebagai unsur
terakhir yang menjadikan manusia sempurna. Tanah menjadikan manusia pada posisi
yang mampu meredam atau bertahan dari air, angin, dan api. Dengan demikian
simbol-simbol atau ceriteme tersebut menunjukkan bahwa manusia memiliki
keseimbangan dalam melakukan sesuatu, yaitu seperti penguasaan diri dan akal.
Karakter yang dibangun tentang bangsa
jin terlihat pada tokoh Jan Manjan hingga keturunannya, yaitu Batara Tunggal
dan Batara Ratu yang menjadi islam setelah kalah dalam peperangan dengan Iskandar
Zulkarnain.
Bangsa jin adalah simbol bangsa yang
tidak berkarakteristik cerdas sehingga tidak memiliki akal dan pemikiran akan
Tuhan dan islam, sedangkan bangsa manusia memiliki karakter sebagai bangsa atau
makhluk yang cerdas dengan adanya akal dan pemikirannya terhadap adanya
keberadaan Tuhan dan Islam. Dengan begitu, dalam relasi I ditemukan oposisi
sebagai berikut.
Bangsa
Jin = makhluk kurang sempurna yang
diciptakan dari satu unsur saja, serta berkarakter bodoh atau kurang berakal sehingga tidak berpikir tentang Tuhan.
Bangsa
manusia = makhluk sempurna yang diciptakan dari empat unsur, serta berkarakter cerdas atau berakal sehingga berpikir
tentang Tuhan dan islam.
Relasi II “Kehidupan
dan Kepahlawanan Sang Bima”
Relasi kedua, memperlihatkan
peranan pandawa lima, raja Boma, Dewa Arimbi, dan Katut Kaca. Tokoh-tokoh
tersebut memiliki peran masing-masing dalam membentuk perjalanan kehidupan sang
Bima dan perwujudan atas jiwa kepahlawanan dalam dirinya. Ceriteme-ceriteme
yang membentuk relasi ini terdapat dalam episode III dan IV.
Sang Bima dan adik-adiknya (Sang Kula,
Sang Rajuna, dan Sang Dewa) berperang dengan Maharaja Boma untuk menguasai
tanah Jawa. Di tengah pertempuran, Sang Rajuna terkena panah Boma. Melihat
jatuhnya saudaranya dalam pertempuran membuat hati Bima tidak tega dan pergi
kekayangan. Bima mendapatkan obat dari Dewa Arimbi dengan syarat; Bima harus memperistrinya.
Mendengar itu, Bima tidak memperdulikan akan kesenangan dirinya tetapi keselamatan
Rajuna serta kemenangan pandawa lima dalam menguasai pulau Jawa. Setelah Rajuna
sehat, Bima menepati janji menikahi perempuan tua dan menghasilkan anak bernama
Katut Kaca.
Perang belum usai sampai Katut Kaca dewasa,
maka ikutlah sang Katut Kaca membantu ayahnya. Akhirnya mereka memenangkan
peperangan dan menguasai pulau Jawa. Ceriteme-ceriteme di atas dapat disusun pada
skema sebagai berikut.
Tokoh Ceriteme
B/P
→ penjajah wujud menguasai P. Jawa Awal kalah/ R terpanah
BO →
raja keinginan telah menguasai P. Jawa peperangan menang/ memanah R
Penundaan
perang BI → butuh obat untuk R kekayangan
BI→ janji beristrikan Dewa Rimbi
BO→tidak
butuh obat
perang BI/P → dibantu Katut Kaca akhir peperangan menang
berlanjut
BO→ tanpa tambahan bantuan kalah
Keterangan:
BI/P
= Bima/ pandawa
R
= Rajuna
BO
= Boma
Garis = ceriteme yang
diperbandingkan
Garis
........................ = ceriteme pembanding/yang membandingkan
Gambar. 2. Skema
Kehidupan dan Kepahlawanan Sang Bima
Makna dari relasi
tersebut adalah kehidupan sang Bima dan kepahlawanannya demi bangsa dan
saudaranya. Perang perebutan kekuasaan dilakukan pandawa lima dipimpin Bima untuk
memperluas daerah kekuasaan demi kelangsungan hidup bangsanya.
Dalam Ceritera Asal kehidupan sang Bima merupakan bagian dari silsilah atau
garis keturunan dekat dengan wangsa raja-raja negeri Bima. Karakter
kepahlawanannya tersebut menjadi sifat yang berharga yang diwariskan pada
keturunannya selanjutnya.
Kehidupan sang Bima dengan perjalanannya
dalam berperang dan memperistrikan Dewa Arimbi merupakan satu kesatuan
peristiwa penting yang meliputi seorang Bima, yaitu bahwa sang Bima adalah
kesatria yang menghormati perempuan dan menepati janji. Dengan demikian, tokoh
Bima sebagai simbol tentang raja atau panglima perang dan seorang lelaki yang
berjiwa kepahlawanan dan kemenangan. Adapun dalam relasi II ini ditemukan oposisi
sebagai berikut.
Bima
= rakyat yang belum menguasai atau merebut pulau Jawa dan mengalami kemenangan saat perang.
Boma
= raja yang telah menguasai pulau
Jawa dan mengalami kekalahan saat
perang.
III. PENUTUP
Pembacaan
pada seluruh isi Ceritera Asal dan
menganalisis dengan teori Levi Strauss dalam mengungkap mitos membawa pada
sebuah kesimpulan, bahwa Ceritera Asal
memiliki kandungan mitos yang cukup kuat yang tentu menjadi karakteristik wangsa
tersebut atau masyarakatnya. Adapun interpretasi dari analisis tentang
mitos-mitos sebagai berikut.
Pertama,
sejarah masyarakat Bima atau wangsa raja Bima dari garis keturunan orang-orang
sakti. Hal ini berangkat dari mitos silsilah atau asal-usul wangsa raja-raja
Bima yang berasal dari jin, manusia, bahkan dewa. Hal ini menjadi simbol adanya
ketidakbiasaan, keluarbiasaan atau keajaiban wangsa tersebut yang berbeda
dengan wangsa lain menjadikan wangsa Bima sebagai wangsa sakti, agung, dan
pilihan Allah dan nabi, serta bukan wangsa dari keturunan manusia biasa. Hal
tersebut di antaranya, adanya perkawinan tidak logis atau perkawinan antara
bangsa jin, bangsa manusia, dan bangsa dewa, seperti perkawinan puteri Julus
al-Asyikin dengan bangsa manusia, yaitu Iskandar Zulkarnain.
Kedua, akhlak manusia yang mulia atau sempurna
(berakal atau cerdas). Hal ini berangkat dari mitos penciptaan manusia dari
empat anasir atau empat unsur, yaitu api, angin, air, dan tanah. Hal ini
menjadikan manusia khususnya wangsa raja Bima berbeda dengan mahluk lain atau
jin, bahwa manusia lebih seimbang bahkan sempurna dari jin karena memiliki akal
dan mampu berpikir mengenai dirinya, lingkungan (kerajaan atau daerah kekuasaan),
dan sosial (saudara dan bangsa), dan keberadaan Tuhan serta islam.
Ketiga, wangsa yang beriman (beragama islam).
Hal ini berangkat dari mitos silsilah wangsa raja Bima yang bermula dari
peperangan yang terus terjadi untuk pengislaman yang dilakukan sejak Iskandar
Zulkarnain terhadap kerajaan Jin yaitu kerajaan milik Batara Tunggal dan Batara
Ratu, hingga peperangan yang dilakukan raja Bima dan Katut Kaca terhadap Kerajaan Boma. Leluhur wangsa raja Bima dalam
penyebaran islam diutus langsung oleh nabi Muhammad dan dibantu oleh suruhan
cucu nabi Muhammad, yaitu Sayyid Muhammad dan Sayyid Ibrahim.
Keempat,
wangsa yang berjiwa pahlawan, handal dalam memenangkan perang (panglima perang
yang handal dan pemberani). Hal ini berangkat dari tiada gentarnya Bima bersama
kakak dan adik-adiknya (pandawa lima) dalam berperang, meski perang tersebut
terjadi hingga tujuh belas tahun dan dibantu Katut Kaca.
Kelima,
wangsa yang mengasihi dan menjunjung atau mendahulukan kepentingan sosial atau
orang lain. Hal ini berangkat dari hati Sang Bima yang pengasih terhadap
adiknya Rajuna dan kebesaran hati dengan
menepati janji dan mengenyampingkan kesenangannya atau berbesar hati untuk
menepati janji dengan menikahi Dewa Arimbi dan menghormati perempuan tersebut.
Selain itu terkait pula sejarah wangsa
raja Bima melalui penceritaan silsilah wangsa Bima. Dalam hal ini mengenai keberadaan
wilayah kerajaan Bima ternyata juga memiliki kekerabatan atau darah keturunan
dengan wangsa di kerajaan lain seperti wangsa Dompu, serta begitu dihormatinya
raja Bima oleh raja-raja di Jawa, Bali, Sumbawa, Ende, Sumba, Manggarai, dan
daerah Gunung Seumawe (asal negeri Aceh), serta silsilah leluhur wangsa Bima menjadi
para raja, yaitu raja di Istambul-Rum, raja di Jepun-Cina, raja di Andalas
Minangkabau.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahimsa-Putra,
H.S. 2001. Strukturalisme Levi Strauss
Mitos dan Karya Sastra. Yogyakarta: Galang Press.
Chambert-Loir,
Henri. 1985. Ceritera Asal Bangsa Jin dan
Segala Dewa-Dewa. Bandung: Angkasa dan Ecole Francaise D’Extreme-Orient.
Hendy,
Zaidan. 1991. Pelajaran Sastra 1.Jakarta:
Grasindo.
Partiningsih.
2008. Syair Damarwulan dalam
Kesusasteraan Melayu Sebuah Penafsiran ala Strukturalisme Levi Strauss.
Yogyakarta: Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu dan Adicita Karya
Nusa.
Pusat
Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kempat. Jakarta: Balai Pustaka.
Susanto,
Dwi. 2012. Pengantar Teori Sastra. Yogyakarta:
Caps.
Wellek,
Rene dan Warren, Austin. 1989. Teori
Kesusasteraan: Terjemahan Melani Budianta. Jakarta: PT Gramedia.
* Untuk Makalah Pendamping dalam Seminar PIBSI pada 2-3 Oktober 2015
di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta