Nama : Nila Mega
Marahayu (11/323090/PSA/02448)
Tugas : Sastra Indonesia
Modern 1, diampuh oleh Prof. Dr. Faruk H.T.
Tentang WS. Rendra dalam Sajak
Pertemuan Mahasiswa
Sajak-sajak
yang lahir pada angkatan 1970-an merupakan sajak yang memiliki wawasan estetika
berbeda dari angkatan Chairil Anwar atau angkatan 45. Hal ini terlihat pada
kata atau bahasa yang digunakan dalam sajak. Pada sajak-sajak Ws. Rendra, lebih
menekankan pada penghayatan atau pemahaman sajak yang langsung dan utuh.
Sajak-sajak tersebut tidak lagi memfokuskan diri pada kepercayaan kata atau
bahasa seperti sajak-sajak Chairil Anwar yang terasa sulit untuk dipahami.
Rendra dalam sajaknya lebih mementingkan bagaimana menghadirkan emosi atau
keterpukauan pembaca dengan bahasa yang mudah untuk dipahami. Hal ini dapat
dilihat dalam kutipan sajak Pertemuan Mahasiswa berikut.
“kita bertanya :
kenapa maksud baik tidak selalu berguna
kenapa maksud baik dan maksud baik bisa berlaga
orang berkata : "kami punya maksud baik"
dan kita bertanya : "maksud baik saudara untuk siapa ?"
Pada
kutipan tersebut terlihat jelas bahwa emosi mencoba dihadirkan Rendra untuk
memukau pembaca. Ia seolah ingin mengajak kepada pembaca untuk menghayati sajak
secara langsung dan utuh bahkan melalui Pathos,
yakni bahasa adalah objek pengalaman itu sendiri. Pada kutipan terlihat jelas,
bahwa ia mengajak pembaca—dalam hal ini lebih berfokus pada mahasiswa untuk
kembali bertanya atau mengoreksi suatu keadaan (kita bertanya). Kenapa maksud baik atau penawaran untuk hidup
yang lebih baik atau layak tidak kunjung dirasakannya atau juga dirasakan rakyat.
Maksud baik yang ditawarkan pemerintah tersebut sebenarnya untuk siapa. Pembaca
diajak untuk berkontemplasi bahwa apakah maksud baik tersebut benar-benar
maksud baik untuk kesejahteraan rakyat atau pemerintah itu sendiri (“maksud
baik saudara untuk siapa”).
Tanpa
bahasa yang bertele-tele atau dengan bahasa yang langsung dan seolah menawarkan
emosi pada pembaca, bahwa selama ini ketimpangan sosial selalu ada dalam
kehidupan sekitar. Bahwa ketidakadilan, kesewenang-wenangan, masih jelas ada
dalam kehidupan. Kesewenang-wenangan disini lebih ditunjukkan oleh Rendra
kepada pemerintah yang menindas rakyat. Kemudian pertanyaan kembali
diberikannya kepada pemerintah, bahwa sebenarnya bagaimana nasib rakyat jika
pemerintah itu sendiri lebih mementingkan dirinya dibandingkan kepentingan dan
kesejahteraan rakyat. Terlihat jelas dalam kehidupan sekitar bahwa yang kaya
makin jaya dan yang miskin makin terpuruk. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan
sajak Pertemuan Mahasiswa berikut.
ya !
ada yang jaya, ada yang terhina
ada yang bersenjata, ada yang terluka
ada yang duduk, ada yang diduduki
ada yang berlimpah, ada yang terkuras
dan kita disini bertanya :
"maksud baik saudara untuk siapa ?
saudara berdiri di pihak yang mana ?"
Rendra dalam sajaknya tersbebut
sangat perduli pada kehidupan rakyat, seolah ia memperjuangkan hak-hak rakyat
yang tertinggal, yakni rakyat di desa. Rendra mengharapkan pergerakan dari
pembaca atau mahasiswa untuk membantu merubah keadaan. Pembaca diajaknya untuk
kembali kritis terhadap jalannya kehidupan yang semakin tidak adil dan menindas
rakyat, kembali kritis dalam memanfaatkan ilmu-ilmu yang diajarkan di
sekolah-sekolah untuk kepentingan yang baik. Bahwa ilmu-ilmu yang diajarkan
adalah ilmu yang membawa keadaan bangsa yang lebih baik dengan memahami atau
menghayati bangsa itu sendiri (mencari identitas bangsa). Kemudian mencari
jalan keluar dari segala permasalahan bangsa (alat pembebasan) dengan cara
sendiri bukan cara yang ala barat (penindasan), yang asing bagi bangsa itu
sendiri. Bahwasanya ilmu yang diajarkan akan dan harus memupuk pola pikir
mahasiswa untuk bergerak merubah keadaan dengan memihak rakyat dan ilmu-ilmu
yang diajarkan haruslah ilmu-ilmu yang berkaca pada rakyat atau bangsa sendiri,
agar ilmu tidak terasa asing untuk diterapkan dalam penuntasan permasalahan di
negeri atau bangsa sendiri.
Kita mahasiswa tidak buta
sekarang matahari semakin tinggi
lalu akan bertahta juga di atas puncak kepala
dan di dalam udara yang panas kita juga bertanya :
kita ini dididik untuk memihak yang mana ?
ilmu - ilmu yang diajarkan disini
akan menjadi alat pembebasan
ataukah akan menjadi alat penindasan ?
Kita menuntut jawaban
Ia
mencoba meletakkan perhatiannya pada rakyat di desa yang semakin terancam
karena tanahnya atau sawah dan perkebunannya menjadi semakin berkurang,
penyebabnya adalah para orang-orang kaya (orang-orang di kota atau pejabat dan
pemerintah) yang menguasai tanah rakyat di desa. Rendra mengajak pembaca atau
mahasiswa kembali mempertanyakan maksud atau tujuan apa yang tengah
direncanakan pemerintah terhadap nasib rakyat di desa khususnya petani.
Pemerintah menawarkan kehidupan baru yang asing bagi rakyat di desa (rakyat
kecil) yang mayoritas petani dengan alat-alat impor yang dianggapnya canggih
dan mampu merubah tatanan perekonomian yang lebih baik, tetapi pada
kenyataannya hanya menguntungkan segolongan kecil saja.
“kenapa maksud baik dilakukan
tetapi makin banyak petani kehilangan tanahnya
tanah - tanah di gunung sudah menjadi milik orang - orang di kota
perkebunan yang luas
hanya menguntungkan segolongan kecil saja
alat - alat kemajuan yang diimpor
tidak cocok bagi petani yang sempit tanahnya
tentu, kita bertanya :
"lantas maksud baik saudara untuk siapa ?"
Rendra melalui sajak tersebut terus
memberikan perhatiannya pada kesejahteraan rakyat yang nyaris lumpuh karena
pemerintah. Sajaknya tersebut jelas mengangkat permasalahan antara rakyat dan
pemerintah yang kemudian coba untuk membawa nama mahasiswa sebagai alat untuk
merubah pemikiran secara kritis dan merubah keadaan. Rendra melalui sajaknya
tersebut mencoba untuk dekat dengan rakyat sampai ke desa-desa. Kedekatannya
ini dilakukannya dengan memperdulikan nasib rakyat di desa meski dengan sajak
yang tidak berbahasa daerah. Sajak ini tidak menjadi sajak yang melupakan masa
lalu. Hal ini terlihat pada perhatian Rendra pada kehidupan di desa atau
petani—sebagai salah satu ciri Indonesia, yakni masyarakat yang agraris dan
asing dengan alat-alat impor atau modern. Dalam hal ini seolah Rendra memiliki
sedikit ketakutan akan keberhasilan perekonomian dengan cara baru yang
direncanakan pemerintah—pemerintah seolah ingin menghapuskan peranan besar pertanian
dan menggantinya dengan perekonomian ala negara barat.
Sajak- Rendra yang lahir pada tahun
1977 ini memiliki ciri yang sama dengan sajak-sajaknya yang lain, yakni selalu
ingin mendekatkan diri pada masyarakat. Sajaknya seolah menjadi lonceng
peringatan bagi jalannya kehidupan bangsa dan negara yang dikuasai oleh
pemerintahan. Ia selalu mengajak pembaca untuk kritis pada kebijakan-kebijakan
pemerintah. Ia juga mengangkat mahasiswa sebagai simbol kekuatan kedua setelah
pemerintahan yang mampu merubah keadaan rakyat. Emosi-emosinya dalam sajak ini
seolah membawa pembaca sedang dalam barisan atau berorasi untuk perubahan yang
memihak rakyat. Hal ini akan terus dilakukan seiring lahirnya
kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak seimbang dengan keadaan rakyat. Ia
juga mengingatkan bahkan mengancam pemerintahan ; jika kehidupan tidak lebih
baik, maka pertanyaan-pertanyaan tidak akan mereda dan siap untuk menjadi ombak
di samodra—pembaca seolah tengah didoktrin untuk siap turun ke jalan dan
menuntut perubahan kebijakan yang lebih mengutamakan kepentingan rakyat. Rendra
melalui sajaknya ini seolah turun ke jalan dan merangkul pembaca atau mahasiswa
untuk melakukan pergerakan untuk perubahan keadaan bangsa dan negara yang lebih
baik. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sajak Pertemuan Mahasiswa sebagai
berikut.
sebentar lagi matahari akan tenggelam
dan malam akan tiba
cicak - cicak berbunyi di tembok
rembulan berlayar
tetapi pertanyaan-pertanyaan kita tidak akan mereda
ia akan muncul di dalam mimpi
akan tumbuh di kebon belakang
dan esok hari
matahari akan terbit kembali
sementara hari baru akan menjelma
pertanyaan - pertanyaan kita menjadi hutan
atau masuk ke kali
akan menjadi ombak di samodra
di bawah matahari yang ini kita bertanya :
ada yang menangis, ada yang mendera
ada yang habis, ada yang mengikis
dan maksud baik kita
memihak yang mana !
Kesimpulan
Ws
Rendra sebagai penyair yang menyuarakan aspirasi rakyat yang tertindas atau
mengalami kesewenang-wenangan yang dilakukan pemerintah. Hal ini terlihat pada
sajak-sajaknya, yang juga terlihat dalam sajak Pertemuan Mahasiswa. Rendra
mengajak pembaca atau mahasiswa untuk kritis terhadap kebijakan pemerintah yang
tidak mengutamakan rakyat, atau kebijakan-kebijakan yang terasa asing untuk
menyelesaikan permasalahan rakyat, bangsa, atau negara. Dengan demikian Rendra
menjadi salah satu dari penyair lainnya yang dekat dengan masyarakat.
Kepopuleran Rendra pun semakin
terlihat lebih besar daripada penyair lainnya karena posisinya yang berada di
pusat atau kota Jakarta—dekat pusat pemerintahan. Keadaan itu dimanfaatkannya
untuk bergerak lebih menonjol atau terekspos ketimbang penyair-penyair lainnya
di daerah-daerah. Namun, Rendra pun tidak berbeda dengan mereka, yaitu
sama-sama menyuarakan aspirasi rakyat. Hanya saja posisi keberadaan Rendra
membuatnya lebih cepat disorot media dan menjadikannya lebih populer. Rendra
juga aktif dalam menggelar pembacaan sajak-sajaknya di mana-mana dengan gaya
teatrikalnya yang semakin membuatnya seolah sebagai penyair terbesar mengalahkan
penyair-penyair lainnya. Sampai akhir hayatnya pun, Rendra tetap populer
sebagai penyair yang menuliskan sajak-sajak untuk rakyat.
***
Lampiran
Sajak
Pertemuan Mahasiswa
matahari terbit pagi ini
mencium bau kencing orok di kaki langit
melihat kali coklat menjalar ke lautan
dan mendengar dengung lebah di dalam hutan
lalu kini ia dua penggalah tingginya
dan ia menjadi saksi kita berkumpul disini
memeriksa keadaan
kita bertanya :
kenapa maksud baik tidak selalu berguna
kenapa maksud baik dan maksud baik bisa berlaga
orang berkata : "kami punya maksud baik"
dan kita bertanya : "maksud baik saudara untuk siapa ?"
ya !
ada yang jaya, ada yang terhina
ada yang bersenjata, ada yang terluka
ada yang duduk, ada yang diduduki
ada yang berlimpah, ada yang terkuras
dan kita disini bertanya :
"maksud baik saudara untuk siapa ?
saudara berdiri di pihak yang mana ?"
kenapa maksud baik dilakukan
tetapi makin banyak petani kehilangan tanahnya
tanah - tanah di gunung sudah menjadi milik orang - orang di kota
perkebunan yang luas
hanya menguntungkan segolongan kecil saja
alat - alat kemajuan yang diimpor
tidak cocok bagi petani yang sempit tanahnya
tentu, kita bertanya :
"lantas maksud baik saudara untuk siapa ?"
Kita mahasiswa
tidak buta
sekarang matahari semakin tinggi
lalu akan bertahta juga di atas puncak kepala
dan di dalam udara yang panas kita juga bertanya :
kita ini dididik untuk memihak yang mana ?
ilmu - ilmu yang diajarkan disini
akan menjadi alat pembebasan
ataukah akan menjadi alat penindasan ?
Kita menuntut
jawaban
sebentar lagi matahari akan tenggelam
dan malam akan tiba
cicak - cicak berbunyi di tembok
rembulan berlayar
tetapi pertanyaan-pertanyaan kita tidak akan mereda
ia akan muncul di dalam mimpi
akan tumbuh di kebon belakang
dan esok hari
matahari akan terbit kembali
sementara hari baru akan menjelma
pertanyaan - pertanyaan kita menjadi hutan
atau masuk ke kali
akan menjadi ombak di samodra
di bawah matahari yang ini kita bertanya :
ada yang menangis, ada yang mendera
ada yang habis, ada yang mengikis
dan maksud baik kita
memihak yang mana !
( Jakarta, 1 desember 1977 )