Senin, 09 September 2013

Maaf dalam Sesal



Di Maliboro ku dapati sepasang rindu, sayang
Menyala-nyala mengalahkan sepanjang lampu-lampu jalan dan pertokoan
Memicingkan mata yang cemburu
Ketika nyeri belum menjadi ranum di hatimu
 
Ku susuri jejak-jejak dalam kerumunan nyawa, sayang
Ada diantaranya sepasang asmara menyatukan jemari
Mengabarkan hangat sampai aliran darah dan sumsum tulang
Ketika khayal dan harap belum terlalu mengabu di jiwamu

Ku dapati persimpangan dalam perjalanan, sayang
Dan Kehilangan peta atau petunjuk apa saja
Tanya, keluh, ragu, menempatkan pada sudut kehilafan
Aku kehilangan arah, sayang

Lalu kenapa kau tidak hadir menarik tanganku
Atau menawarkan punggungmu untuk menggendongku
Atau membisikkan arah di telingaku
Dan bagaimana kau bisa sekedar diam menatapku yang terpaku
Bahkan memalingkan wajahmu dari kesulitanku
Begitu saja

Tidakkah kota ini tengah mendongengimu tentang kasih, sayang
jadi mengapa kau menghindariku dalam dosa
sewaktu kau tatap persembunyian air bening dan luka di mataku
yang sama
seperti bara amarah dibalik sorot mata
dan kekecewaan dalam bibirmu yang dingin

Kembali aku terduduk dalam kelam, sayang
menggagapi sesal-sesal yang menjejalku
barangkali aku hanya menghantarkan maaf pada mu
dan nasib
ternyata kau tak benar-benar merangkulku
sekali lagi, sayang

(Nila Mega Marahayu, yogyakarta, 9 september 2013)




Jumat, 06 September 2013

Harapan


apakah kau tidak terjaga dan meninggalkan kunang-kunang yang berbaris di udara
menjelma menjadi lilin-lilin kecil yang syahdu
tengah sibuk menuliskan aksara pada dinding-dinding langit
melukiskan sketsa tentang malam perjamuan kita

mengapa kau lebih dulu terlelap dan melewati sorot bintang-bintang yang merekah
menjelma menjadi kembang-kembang anggun ditepian nyala
mengabarkan teka-teki jawaban di jejak langit sampai perut bumi


barangkali aku dapat merayu Tuhan untuk mengijinkan kau bermimpi seperti aku
menyatukan pecahan kenangan yang remang dalam serpih-serpih luka  
menyapu ruang kepahitan pada rasa kehilangan di setiap dentingan jam
dan barangkali kau akan kembali merumuskan perasaan lebih dari kebisuan kali ini
menyesali masa-masa dahaga tentang kedamaian dalam jiwaku yang kau lewatkan

kembalilah meminta tanganku menggenggam rindu yang kau bagi
menyeka wajahku dengan keteduhan erosmu
dan membisikkan sajak tentang kunang-kunang dan bintang di telingaku
sembari mengecupkan janji dikeningku tentang perjamuan esok malam
yang tentu saja tidak akan lenyap dirasuki pagi
untuk selalu bersama  

( Nila Mega marahayu, yogyakarta, 2 september 2013)

  

Sebuah Perjalanan Oleh Nila Mega Marahayu


Seperti daun,
aku jatuh dari ranting pohon teduh
tak bisa menghindari gejolak musim
Yang menciptakan gugur untuk meruntuhkan angkuh

Seperti daun,
aku jatuh pada tepian sungai
Menyangsikan kejernihan air yang mengalir
Menghantarkan sampai diantara cadas-cadas
Yang merumuskan luka dan ngilu

Seperti daun,
aku semakin layu dan menghitam
Berjalan perlahan meninggalkan ribuan musim
Mengikuti arus kecil sungai-sungai
Tidak ada lagi alasan untuk berteduh dan menepi

Seperti daun,
aku tidak dapat selamanya mengapung di atas air
menyerahkan dan menaklukkan rasa yang senyap
hingga tidak ada lagi alasan untuk cinta atau nestapa

dan seperti daun,
aku tidak lagi gigil diterpa air dan udara dingin
mungkin akan mengalir atau tenggelam dari perjuangan
mungkin menjadi titik arus penyerahan hidup
menuju penantian muara kesunyian yang kudus  


             Jogjakarta, 25 Agustus 2013; 23.55