Selasa, 25 Agustus 2015

Lestarikan Sastra, Cari Sosok Penerus Ahmad Tohari (dalam Harian Radar Banyumas)


foto kakiNila Mega Marahayu, Pegiat dan Pemerhati Sastra
Nama Ahmad Tohari memang sudah tidak asing lagi di dunia Sastra. Tokoh sastra asal Banyumas ini dinilai memiliki karya yang cukup fenomenal. Hanya saja, kondisi ini tidak diikuti dengan generasi penerus yang bisa mempertahankan sastra di Banyumas. Hal ini lah yang membuat pegiat dan pemerhati sastra di Banyumas Nila Mega Marahayu merasa prihatin.
BAYU INDRA KUSUMA, Purwokerto
Dunia sastra, bagi sebagian besar orang sepertinya tidak terlalu menarik perhatian. Mengingat yang berkembang saat ini cenderung kepada karya-karya populer yang lebih mengedepankan nilai komersil daripada keindahan itu sendiri.
Di Banyumas, komunitas sastra juga masih belum terlihat berkembang jika dibandingkan dengan komunitas-komunitas di bidang lainnya.
Melihat fenomena itu, Nila Mega Marahayu (27), berusaha mengubah pandangan-pandangan kebanyakan orang tentang sastra. Dia yang mengaku sudah mencintai dunia sastra, khususnya puisi, sejak duduk di bangku SMP itu, masih terus mendalami dan berkarya, demi hal yang dicintainya tersebut.
Menurut Nila, sapaan akrabnya, jika dibandingkan dengan kota-kota besar lain di Indonesia, Banyumas sendiri sebenarnya memiliki potensi sastra yang cukup beragam. Namun demikian, keterbatasan ruang dan kegiatan sastra di Banyumas, menjadi salah satu titik pembeda dalam perkembangan sastra itu sendiri.
“Sebagian besar orang cenderung meremehkan sastra, padahal sastra bukan ilmu yang sepele. Dari sastra kita bisa membangun monumen kehidupan seperti halnya peradaban,” kata Dosen Fakultas Ilmu Budaya Unsoed ini.
Di Banyumas, saat ini dia masih mencari sastrawan-sastrawan yang kelak bisa menggantikan Ahmad Tohari. Meskipun sastra tidak lekang oleh zaman, paling tidak sebuah karya agung bisa diteruskan secara turun-temurun, sehingga bisa menjadi kekhasan dari daerah itu sendiri.
“Saat ini, di Banyumas, terutama Purwokerto, masih minim kegiatan-kegiatan sastra, baik diskusi maupun pementasan sastra. Meskipun sudah ada beberapa komunitas sastra di Banyumas, namun nampaknya masih belum menggaung,” ujar anak pertama dari empat bersaudara.
Kecintaannya terhadap sastra, juga diturunkan dari orang tuanya Suyanto dan Yati Purwati, yang juga merupakan seniman. Diceritakan, kecintaannya terhadap sastra, berawal dari puisi-puisi pelajaran Bahasa Indonesia saat SMP dulu.
“Puisinya bagus, dan saya beberapa kali diminta tampil untuk membacakan puisi saat sekolah ada acara. Mulai saat itu, saya bertekad untuk mendalami sastra,” kata perempuan kelahiran Temanggung, 2 April 1988.
Dari situ, dia mulai mengikuti berbagai lomba dan kegiatan sastra hingga saat ini. Bahkan beberapa kali dia menjuarai lomba membaca puisi. “Yang paling saya ingat itu, saat saya juara II lomba baca puisi se-Jabotabek saat masih SMA dulu, sekitar tahun 2007,” jelasnya.
Saat ini, selain mengajar dan mengisi kegiatan diskusi sastra di kampus, dia juga tengah berupaya merampungkan antologi cerpen yang rencananya siap dibukukan. Hingga saat ini, berbagai karya dan penelitiannya tentang sastra masih terus dipublikasikan melalui blog pribadinya. (*)
#Nyuwon Sewu, numpang Copas yaa