Kamis, 26 Februari 2015

Oposisi Cinta Dalam Puisi “Malu Aku Jadi Orang Indonesia” Karya Taufik Ismail Dan “New York I Love You” Karya Toeti Heraty (Psikoanalisis Lacan) Oleh Nila Mega Marahayu


Abstract
               Love as an object is nothing more than just the process of finding the missing subject continuously. It becomes an internal desire to be fulfilled and if not , then people will be on the losing phase ( Lack ). On poetry of “Malu Aku Jadi Orang Indonesia” by Taufik Ismail and “New York I Love you” by Toeti Heraty are poetry that describing individuality integrity that come from the unity of love in the homeland. The problem, then, in this analysis is what the meaning of love in both poems is and the opposition of love in both poems was juxtaposed.
               The psychoanalysis theory of Jacques Lacan's is using in this analysis. Lacan offers three forms of human’s integrities. They are real or imaginary stage, the symbolic stage, and reality stage . The three stages are as a human form into a perfect part, which man has a passion for his imaginary world that sometimes controversial with reality.
               In both poems, it is a work that represents the two side of love experience in each individual. The experience, then, make a new sight new and as individuals , the nation who find themselves in doubt over his own homeland with children of other nations who feel lost himself for love that he found no other space -not from his homeland . Taufik get love refers to the loss of his homeland phase -Indonesia; shame as symbolic of the desire that is not fulfilled; he did not find another house intact in his homeland. This is in contrast with the gain Toety alienation from another country (west). He found himself back intact as a nation or a child of his homeland when another space make it as the other , forever he can not release his identity as the east .

PENDAHULUAN
Objek cinta tidak lebih dari sekadar proses pencarian yang terus-menerus bagian subjek yang hilang. Objek cinta tidak lebih dari sekadar proses pencarian yang terus-menerus bagian subjek yang hilang. Cinta menjadi suatu hasrat dalam keutuhan diri untuk dipenuhi dan apabila tidak mendapatkannya, maka manusia akan berada pada fase kehilangan (Lack). Pada puisi Malu Aku jadi Orang Indonesia karya Taufik Ismail dan New York “I Love You” merupakan karya puisi yang mengangkat keutuhan individualitas. Di sini akan terlihat apakah manusia akan menjadi utuh atau the other (yang lain) dari masyarakat atau lingkungannya. Hal ini karena manusia tidak dapat melepaskan dirinya dari lingkungan atau masyarakatnya untuk menjadi diri yang utuh. Pada kedua puisi tersebut menawarkan bentuk keutuhan diri yang berbeda antarindividu dimana keduanya akan terpengaruh pada pengalaman hidup masing-masing yang merujuk pada bagaimana mereka menemukan dirinya utuh sebagai anak bangsa dan memandang rumah (tanah airnya) dan cara dalam menemukan cinta di tanah airnya tersebut.
 Lacan merupakan psikoanalisis pascastrukturalis dan menganggap subjek manusia terpengaruh oleh kehidupan sosialnya dan bagaimana proses dia mengenali dirinya melalui proses refleksi. Dalam hal ini, Lacan memasukkan adanya fase cermin yang merupakan bagian dari fase imajiner dalam teorinya. Ada tiga kategori yang dikemukakan oleh Lacan, yakni: (1) real/real 1; (2) simbolik; (3) realitas/real2. Kategori tersebut juga dapat dipahami sebagai: (1) alam khayal; (2) alam lambang; (3) alam nyata.
1.    Real/real 1  merupakan tahap awal dari keadaan psike manusia yang belum mendapat pengaruh dari dunia luar. Pada real 1 ini Lacan menyebutnya sebagai alam khayal atau imajiner yang tampak pada cermin (Sarup,2008:27-28).
2.    Fase Simbolik adalah seorang individu memperoleh subjektivitas yang sadar dan bergender. Namun, kepuasan individu atas tuntutan dan keinginan atau hasrat (desire) yang ada padanya belum terwujud. Kebutuhan, permintaan, hasrat-saling berkaitan (Sarup,2008:24-25).
3.    Real 2/Realitas adalah realitas atau apa yang dipersepsi sebagai yang nyata adalah apa yang mutlak menolak proses simbolisasi (Sarup, 2008:33).
Permasalahan yang diangkat dalam analisis ini adalah bagaimanakah makna cinta yang ada dalam puisi “Malu Aku Jadi Orang Indonesia” karya Taufik Ismail dan “New York I Love You” Karya Toeti Heraty dengan pendekatan Psikoanalisis  Lacan, dan bagaimanakah oposisi cinta antara kedua puisi tersebut.
      
PEMBAHASAN

I. Makna Cinta Dalam Puisi “Malu Aku Jadi Orang Indonesia” karya Taufik Ismail
1)        Real 1 atau alam khayal atau imajiner
Tokoh aku menjadi seorang anak bangsa yang utuh, yang membusungkan dirinya atas kebanggaan terhadap tanah air. Tanah air atau Indonesia sebagai lingkungan yang dikategorikan sebagai cermin. Cermin yang memperlihatkan dirinya sebagai seorang yag utuh dengan menemukan cintanya, yaitu cinta pada tanah air yang telah membuat dirinya bahagia, nyaman, merasakan ketenangan, bahkan dapat membuat dirinya merasa sebagai seorang yang baik dan hebat. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut.
Ketika di Pekalongan, SMA kelas tiga
Ke Wisconsin aku dapat beasiswa
Sembilan belas lima enam itulah tahunnya
Aku gembira jadi anak revolusi Indonesia

Dia mengarang tentang pertempuran Surabaya
Jelas Bung Tomo sebagai tokoh utama
Dan kecil-kecilan aku nara-sumbernya
Dadaku busung jadi anak Indonesia

Si aku gembira menjadi anak revolusi Indonesia. Kegembiraan tersebut tidak terlepas dari keadaan negerinya yang baru saja merdeka setelah 3,5 abad dijajah Belanda. Kemerdekaan negerinya tidak didapat dari hasil mengemis atau pemberian kemerdekaan oleh negara penjajah. Kemerdekaan negeri si aku didapatkan dari hasil perjuangan atau kerja keras rakyatnya yang bersatu.
Betapa si aku sangat bangga menjadi bagian dari tanah airnya, sebagai anak Indonesia. Tahap ini adalah tahap dimana si aku atau Taufik merasakan dirinya sebagai bagian dari diri yang utuh di tanah airnya. Ia merasakan bangga dengan dirinya yang mencintai Indonesia sebagaimana tanah airnya itu seperti dalam dunia imajinernya; memberikan kebanggaan, simpatik, dan kebahagiaan.
2)        Simbolik
Permasalahan mulai muncul ketika si aku atau Taufik berada pada tahap dimana melihat lingkungan sebagai cermin. Disinilah ia merasakan dirinya memerlukan pemenuhan hasrat (desire) ketika lingkungannya tidak lagi berada dalam kategori imajinernya. Ia mendapatkan lack atau kekurangan dari dirinya yang berasal dari kehilangan dirinya sebagai tubuh dengan cinta yang utuh. Ia merasakan dirinya rendah, malu, dan sebagai the other atau yang lain di mata barat. Hal ini dapat dilihat sebagai berikut.
Tom Stone akhirnya masuk West Point Academy
Dan mendapat Ph.D. dari Rice University
Dia sudah pensiun perwira tinggi dari U.S. Army
Dulu dadaku tegap bila aku berdiri
Mengapa sering benar aku merunduk kini

Waktu memang terus berjalan, si aku dan sahabatnya tersebut tidak lagi berusia muda yang duduk di bangku sekolah. Si aku juga telah kembali ke negerinya setelah tamat sekolah. Takdir mempertemukan mereka kembali di masa tua. Si aku yang dahulu begitu membanggakan negerinya kini hanya merunduk karena merasa malu. Negerinya yang dahulu hebat dengan cerita kemerdekaan Indonesia dari hasil perjuangan rakyat yang bersatu, kini telah berbeda. Negeri si aku tidak lagi muda dengan semangat juangnya, tetapi negeri tersebut telah sama tua seperti diri si aku, sehingga negerinya mulai lupa untuk mempertahankan nilai luhur berupa menyejahterakan rakyat. Negerinya tidak lagi memiliki nilai yang luar biasa untuk dibanggakan di hadapan sahabatnya itu. Nilai yang dimaksud adalah nilai persatuan dan kesatuan, serta nilai cinta terhadap tanah air (patriotisme) dari rakyatnya.
Di negeriku rupanya sudah diputuskan kita tak terlibat piala Dunia demi keamanan
antarbangsa, lagi pula Piala Dunia itu cuma urusan negara-negara kecil karena Cina,
India Rusia dan tak turut serta, sehingga cukuplah Indonesia jadi penonton lewat
satelit saja,
Pada bait tersebut jelas terlihat bahwa tokoh aku telah kehilangan dirinya sebagai individualitas yang utuh. Ia merasakan Lack dalam dirinya, yang tidak dapat lagi ia dapatkan keutuhan dari tanah airnya. Ia merasa sebagai seorang timur, sebagai seorang anak bangsa yang tertinggal dan tidak dapat berbuat apa-apa di mata dunia atau bangsa-bangsa lain. pada tahap ini, ia tidak dapat menuangkan hasratnya seperti dalam imajinernya. Ia merasa sebagai tubuh atau diri yang lain (the other), yaitu sebagai anak bangsa yang tidak bernilai dan tidak ada dalam realitas di mata dunia.
Hasrat tokoh aku terbentur dengan keadaan realitas tanah airnya yang carut-marut. Hal ini membuat kebingungan dan ketidaknyamanan dalam dirinya. Ia sebagai diri yang hilang.  
Malu aku jadi orang Indonesia
Penggalan kata “malu” dalam puisi ini menunjukkan bahwa kata tersebut sebagai tanda atau simbol yang menunjukkan makna ketidakutuhan dirinya sebagai seorang anak bangsa di tanah airnya yang mengalami kegalauan hidup; kesulitan diri dalam melihat dan menerima keadaan tanah airnya yang jauh dari dunia imajinernya. Malu juga sebagai bentuk kekalahan hasrat (desire) yang berbenturan dengan realitas yang tidak sejalan dengan dunia imajinernya.
3)        Real 2 atau kenyataan
Pada tahap real2 ini adalah analisis terhadap adanya proses pengontrolan hasrat dan represi yang selalu ditekan. Pada real 2/realita, ketidaksadaran yang direduksi itu selalu ingin muncul, maka ia dapat dimunculkan, yaitu melalui asosial bebas, fantasi-fantasi yang diwujudkan dengan pengalihan (displacement) dan penyederhanaan (condesation). Pada tahap ini si aku atau taufik tidak dapat lagi berbuat apapaun dalam melihat tanah airnya yang carut marut, yang berbeda dari imajinernya, sehingga mau tidak mau ia harus menyederhanakan hasratnya (desire) demi melihat realitas yang ada. Keadaan carut-marut; korupsi, nepotisme, tidak adanya supremasi hukum dan HAM, serta ketidaknyamanan berupa teror dan ancaman di tanah air, serta ketertinggalan dari bangsa barat tersebut dapat dilihat sebagai berikut.
Di negeriku, selingkuh birokrasi peringkatnya di dunia nomor satu,
Di negeriku, sekongkol bisnis dan birokrasi berterang-terang curang susah dicari tandingan,

Di negeriku penghitungan suara pemilihan umum sangat-sangat-sangat-sangat-sangat jelas
penipuan besar-besaran tanpa seujung rambut pun bersalah perasaan,
Di negeriku khotbah, surat kabar, majalah, buku dan
sandiwara yang opininya bersilang tak habis dan tak putus dilarang-larang
Di negeriku telepon banyak disadap, mata-mata kelebihan kerja, fotokopi gosip dan fitnah
bertebar disebar-sebar,

Di negeriku ada pembunuhan, penculikan dan penyiksaan rakyat terang-terangan di Aceh,
Tanjung Priuk, lampung, Haur Koneng, Nipah, Santa Cruz, Irian dan Banyuwangi,
....

II. Makna Cinta Dalam Puisi  “New York I Love You” Karya Toeti Heraty

1)             Real 1 atau alam khayal atau imajiner
Sebulan sudah kutinggalkan New York   
Dengan sisa tujuh dollar uang di saku
Dan catatan, bahwa kota metropolitan ini
Masih juga memberi kehangatan

Cinta terhadap New York pada penggalan bait pertama di atas terlihat pada rasa kehilangan dalam diri penulis ketika meninggalkan ruang atau kota tersebut. Ada kenangan atau kehangatan yang tidak dapat dilupakannya terhadap New York. Menurutnya New York sebagai kota atau ruang yang berbeda dari tanah airnya. Kata “metropolitan” menunjukkan kota besar atau pusat yang maju dengan teknologi yang tentu tidak sama dengan tanah airnya. Betapa kota New York adalah kota impian atau kota sempurna yang didambakannya, yang diimajinerkannya. Kenangannya terhadap kota impian tersebut juga dapat dilihat dalam momen di bulan desember, kemegahan metropolitan, dan hadiah natal dipenggalan puisi berikut.     
Memang, desember belum dingin tapi penjual kembang
di pojok Lexington Avenue
.....
Di Metropolitan Opera yang megah, tersenyum
Bergandengan pasangan berpakaian mewah
....
Dan memilih hadiah natal yang tepat

Lacan (dalam Sarup, 2008:25) menyatakan bahwa ketika muncul keraguan atau kesenjangan yang tidak dapat ditutup. Hasrat muncul dari ketidakpuasan dan mendorong seseorang (penyair) untuk memunculkan permintaan lain. Bisa saja, penyair dalam hal ini tidak dapat merasakan cinta seperti apa yang diinginkannya, pada kenyataannya, ia hanya mendapatkan ketidakbahagiaan; kebibungan. Ia merumuskan hasrat hadir dalam kenyataan. Kerunyaman masuk ke dalam dunia imajiner si tokoh atau penyair tersebut. Hal tersebut kemudian merujuk pada ketidakstabilan emosi diri pada alur atau pengalaman selanjutnya seperti pada bait berikut.  
Anak-anak emas, dengan tambang rezeki dan
Penyebaran ilusi, oktopus-oktopus raksasa
Yang bersemayam di kota, di antara kesejukan musea
  Memberi tempat pada semua penyadap mimpi,
Pada bait puisi tersebut terlihat adanya kebingungan identitas dalam diri penyair atau tokoh. Ia merasa bahagia dan bangga dapat berada di kota impian “kota penyadap mimpi” tersebut tetapi tidak seutuhnya. Ada kerinduannya untuk dianggap istimewa sebagai seorang yang bagaikan “anak emas” yang didapatinya hanya dari tanah airnya. Penyair mengakui keunggulan barat sebagai kota yang mampu mewujudkan mimpi untuk mengenyam pendidikan setinggi-tingginya.
2)        Simbolik
New York “I Love You”
“love” yang diungkapkan Toety Heraty kepada New York adalah bentuk dari jiwa yang terbelenggu pada rasa dilema. “Love” tidak dapat dilepaskan dari pengalaman, yang merupakan kenangan berharga yang dirindukannya, tetapi “love” juga dirasakan kurang sempurna ketika ia tidak dapat meruntuhkan identitasnya sebagai timur.
Berjalan berpapasan, tanpa menoleh, saling mengenal:         
Masing-masing dalam selubung keterasingan.

Keadaan tersebut juga menunjukkan bahwa betapapun Toety Heraty melakukan perjalanan sehingga ia berada pada sebuah ruang lain dari ruang asalnya.Kendati ia mengatakan “love” pada New York, tetapi ruang asalnya membayangi pola pikirnya, sehingga membuat dirinya berada pada kebingungan bahkan keterasingan. Dalam hal ini “keterasingan” menjadi simbolik bahwa dirinya akan tetap merasa terasing, dirinya sebagai timur.
3)        Real 2 atau kenyataan
Lacan mengidentifikasi bahwa benda yang hilang menciptakan rasa kekurangan atau kehilangan. Payudara pada ibu merepresentasikan bagian diri yang hilang pada saat individu lahir (payudara adalah tatapan dan suara ibu). (Sarup,2008:29).
Tanah air adalah ibu bagi penyair –bagi seorang yang kehilangan keutuhan dirinya ketika mendapati keadaan ruang yang tidak seperti dalam imajinernya. Ia kehilangan ibunya untuk merasakan kehangatan pada cinta yang utuh. Hal ini membawa dirinya pada ketidakstabilan identitas, terlihat pada kebingungan akan perasaan dalam dirinya, pada kehangatan cinta atau keadaan damai yang dapat menyatu dalam diri.
Sekali ditelah oleh peta kota, antara
Gemerlapan Broadway kita sesat karena pameran
Aneka bentuk maksiat, -tanpa kemunafikan-…

Pada bait di atas, ada nilai-nilai timur yang meruntuhkan pandangan semula tentang barat. Di mana “maksiat” tersebut membuat “sesat”, artinya bahwa penulis seolah mengungkapkan bahwa bagaimanapun keindahan yang ditawarkan barat, ternyata tidak melulu baik. Baginya, ada nilai-nilai budaya berupa kesopanan atau kesantunan –moral yang kurang berlaku di barat yang kurang baik daripada timur. Dalam hal ini, penilaiannya tentang timur kembali menjadi lebih unggul pada sudut pandang ini. Dengan demikian, ada hal yang tidak dapat dipaksakan dalam dirinya sebagai timur untuk seutuhnya menerima barat. Pada bait selanjutnya penyair menunjukkan kritiknya tentang barat sebagai berikut.
Dan mensyukuri, di kamar hotel rantai security
Menampung yang terpojok oleh berbagai ancaman:
Imigrasi, bagasi hilang, keterlambatan pesawat
Ketinggalan kereta dan ramalan suram fortune –cookie
Pada makanan cina yang paling murah
Bila kecopetan sempat terharu oleh supir taksi
Yang kebetulan ramah, dan tawaran menginap di studio
Meskipun kamar mandi tak berpintu
Kritik terhadap barat sebagai kota yang tidak lagi menjanjikan kedamaian terlihat ketika adanya “ancaman” terhadap para “imigrasi”. Hal ini menunjukkan bahwa barat yang awalnya dipandang sebagai kota sempurna atau impian ternyata tidak jauh berbeda dengan timur yang masih memiliki kekurangan, yaitu berupa tidak stabilnya keamanan. Kemudian adanya deskriminasi terhadap bangsa lain dengan adanya rasa tidak aman dan tidak nyaman ketika para imigran kehilangan bagasi, keterlambatan pesawat dan kereta, kecopetan, dan menginap di studio dengan kamar mandi tidak berpintu. Pada baris selanjutnya, penulis merindukan keramahan yang pada akhirnya ditawarkan oleh seorang tukang taksi. Tentu saja “ramah” yang ada dalam pandangan penulis adalah ramah yang dibangun atau melekat dalam budaya timur. Baginya, kota New York tersebut kurang memberikannya keramahan untuk bertahan hidup, kota tersebut terlalu individual

Bab II. Oposisi Cinta Dalam Puisi “Malu Aku Jadi Orang Indonesia” Karya Taufik Ismail dan “New York I Love You” Karya Toeti Heraty

            Pada tahap ini, puisi-puisi di atas akan berada pada oposisi, yaitu untuk memandang bagaimana indvidual dalam menemukan diri yang utuh di tanah airnya, dimana hal tersebut tidak dapat dilepaskan dari dunia imajiner, hasrat, dan keadaan realitas yang membentur atau mendukung imajinernya.
(a)           Tokoh aku pada puisi Taufik berasal dari individualitas yang utuh sebagai anak bangsa di tanah airnya –Indonesia. Keutuhannya tergambar pada rasa bangga terhadap tanah airnya dan tidak menjadi the other.
Ketika di Pekalongan, SMA kelas tiga
Ke Wisconsin aku dapat beasiswa
Sembilan belas lima enam itulah tahunnya
Aku gembira jadi anak revolusi Indonesia

Sedangkan pada puisi karya Toety adalah berasal dari individualitas yang utuh, justru ketika ia tidak melihat tanah airnya. Ia utuh ketika bangga terhadap barat. Berikut kutipan puisi tersebut.
Sebulan sudah kutinggalkan New York   
Dengan sisa tujuh dollar uang di saku
Dan catatan, bahwa kota metropolitan ini
Masih juga memberi kehangatan
(b)          Pengalaman sebagai alur yang kuat dalam penentuan kondisi kenyamanan atas diri pada individu. Tokoh aku pada puisi Taufik mengalami gejolak ketika realitas terbentur dengan hasrat yang ada dalam dunia imajinernya. Situasi tanah air –indonesia yang carut marut ; korupsi, degradasi hukum dan Ham membuatnya kecewa; merasa tidak bahagia, tidak nyaman, terancam di tanah airnya sendiri.
Di negeriku rasa aman tak ada karena dua puluh pungutan, lima belas
ini-itu tekanan dan sepuluh macam ancaman,
Di negeriku telepon banyak disadap, mata-mata kelebihan kerja, fotokopi gosip dan fitnah
bertebar disebar-sebar,

Pengalaman tersebut berbeda dengan tokoh aku karya Toety, di mana tokoh tersebut kecewa pada tanah air yang lain atau ruang yang lain yang bukan tanah airnya. Pengalaman tersebut mengusik identitasnya sebagai timur dan keadaan di barat / Eropa yang  kurang ramah dan beradab (dalam perspektif bangsa timur),  dibedakan hak sebagai orang yang tinggal di barat. Hal tersebut membuatnya kecewa, love pada New York menjadi retak karena hasratnya pada dunia imajiner berbenturan dengan cermin dunia barat yang ada dalam realitas. Ia merasa kecewa, merasa tidak nyaman, dan merasa terasing (berbeda bangsa).
Gemerlapan Broadway kita sesat karena pameran
Aneka bentuk maksiat, -tanpa kemunafikan-…
.....
Menampung yang terpojok oleh berbagai ancaman:
Imigrasi, bagasi hilang, keterlambatan pesawat

(c)           Cinta sebagai bentuk dari hasrat yang ada dalam individualitas. Hasrat diarahkan pada representasi ideal yang akan selalu berada diluar subjek. Karena orang lain dicintai bila diyakini dapat melengkapi subjek, hasrat harus dipahami bersifat narsistik. Objek cinta tidak lebih dari sekedar proses pencarian yang terus-menerus bagian subjek yang hilang (sarup,2008:29). Pada cinta terhadap tanah airnya –Indonesia yang utuh membuat anak bangsanya menjadi utuh pula, tetapi pengalaman pahit atau tidak sesuai dengan hasrat dan dunia imajiner mambuat tokoh aku karya Taufik mengalami Lack atau kekurangan dan kehilangan. Cinta terhadap tanah air menjadi tidak sempurna, ia menjadi the other di tanah airnya.
 Langit-langit ahlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak
Hukum tak tegak, doyong berderak-derak
Berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, Lebuh Tun Razak,
Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza
Berjalan aku di Dam, Champs Elysees dan Mesopotamia
Di sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata
Dan ku benamkan topi baret di kepala
Malu aku jadi orang Indonesia.
         
          Keadaan tersebut berbeda dengan aku dalam puisi karya Toety. Pengalaman yang pahit atau tidak sesuai dengan hasrat dan dunia imajinernya memang membuatnya menjadi kecewa terhadap barat, tanah air lain, ruang lain dari dirinya. Namun, hal ini justru membuka matanya untuk menerima keutuhan dirinya yang tidak dapat dilepaskan sebagai anak timur, identitas timur. Pengalaman tidak baik di barat memang masih membuatnya tetap merindukan barat, namun tidak dapat menggantikan cintanya akan timur, meski sempat diingkari ketika melihat kemewahan barat. Cinta terhadap tanah airnya menjadi bertambah; merujuk sempurna karena di tanah airnyalah ia tidak akan menjadi the other bahkan yang terasing.;
Yang bersemayam di kota, di antara kesejukan musea
Memberi tempat pada semua penyadap mimpi, yang
Berjalan berpapasan, tanpa menoleh, saling mengenal:
Masing-masing dalam selubung keterasingan.


PENUTUP

Dinyatakan oleh Lacan bahwa yang menggerakkan kehidupan manusia di dunia ini adalah hasrat yang ada dalam diri mereka. Pada puisi “Malu Aku Jadi Orang Indonesia karya Taufik Ismail” dan New York “I Love You” katya Toeti Heraty merupakan karya yang merepresentasikan individualitas yang tidak utuh. Individual yang kehilangan dirinya atas cinta yang tidak sempurna. Ada dua sisi cinta yang didapatkan dari kedua puisi tersebut dan menjadikan cermin antara satu dengan yang lain; antaranak bangsa yang menemukan kebimbangan atas dirinya di tanah air sendiri dengan anak bangsa lain yang merasakan kehilangan dirinya atas cintanya yang tidak didapatinya dari ruang yang lain –bukan tanah airnya.Pada tahap tersebut di atas, Taufik yang cintanya merujuk pada fase kehilangan dari tanah airnya –Indonesia; tidak simpatik; malu terhadap Indonesia, bimbang dan tidak menemukan lagi rumah yang utuh di tanah airnya. Hal ini berbeda dengan Toety yang menemukan kembali dirinya yang utuh sebagai bangsa atau anak dari tanah airnya dengan simpatik atau menemukan rumah yang utuh di tanah airnya.Pada puisi “Malu Aku Jadi Orag Indonesia”, Taufik mencoba mencoba mengungkapkan hasratnya pada tanah airnya untuk menjadi negara yang lebih baik seperti yang ada dalam imajinernya. Ia menginginkan tanah airnya mampu menjadikan anak bangsanya yang merasa nyaman, tenteram, dan bahagia dengan penegakan hukum, HAM, dan bersatunya antarsuku bangsa demi keutuhan tanah air Indonesia. Kemudian pada puisi New York “I Love You”, Toety Heraty justru merasakan dirinya yang hilang sebagai diri ketika mendapati realitas yang tidak seperti yang dihasratkannya dari ruang lain, bukan tanah airnya. Ia merasakan keterasingan di ruang tersebut, bagaimanapun ia tidak dapat seutuhnya mencintai barat karena sudut pandangnya dalam menemukan kenyamanan, kentraman, dan kebahagiaan akan berbentur dengan karakteristik dirinya sebagai seorang timur; keramahtamahan, mendapatkan fasilitas yang kumuh sebagai imigran yang tidak nampak pada dunia imajinernya, bahwa barat adalah kota metropolitan dan kota impian para generasi emas. Secara tidak langsung, Toety mencoba membongkar nilai-nilai barat yang tidak seberadab timur, tentu hal ini tidak terlepas dari sudut pandangnya sebagai seorang timur. Dalam hal ini tentu  saja, Toety merujuk pada penemuan kembali cintanya pada tanah airnya dimana ia tidak akan menjadi the other di rumahnya sendiri, di tanah airnya.
DAFTAR PUSTAKA     
Ismail, Taufiq. 2005. Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia. Jakarta Timur: PT Cakrawala Budaya Indonesia.Noor, Redyanto. 2006. Pengantar Pengkajian Sastra. Semarang: Fasindo.Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Sarup, Madan. 2008. Postrukturalisme & Posmodernisme: Terjemahan Medhy Aginta Hidayat. Yogyakarta: Jalasutra. 
* Untuk Makalah Pendamping dalam Seminar Internasional PIBSI di UAD Yogyakarta, Oktober 2014