Puisi 1
Suara-suara gempita menghemburkan udara panas
dari liang jiwa yang beradu
terus bergemuruh meminta hati mengumpat diri
Ah, medan peperangan telah dipermak
Bendera perjuangan belum juga letih berkibar
menunggu kami nelangsa mati nurani
mengais dan mengemis pada mafia pemerintahan yang Agung
Laksana kabut pagi yang berpendar dari rayuan mesra
Sang Dewa langit bergegas diam ataukah bergerak?
Menanti manusia-manusia dusta bergilir masuk dalam derasnya arus sungai
Memburu kebenaran yang tak lagi syahdu dalam jiwa
Membidik saksi mata yang bisu
Mengubur kepatriotan Tanah raya
Ah, lagi-lagi benar telah berkumpul pada sisa dusta yang bias
Penuh doktrin yang berkiyai
Ternyata pagi membawa kabutnya,
tak lagi menebar kesejukan
Tapi kian senja bersama medan juang yang tak juga padam
Siapakah yang berani beradu padukan kesejatian sejarah Tanah rayaku?
Medan Juang Belum Menepi
Karya: Nila Mega Marahayu,Purwokerto, 8 April 2010, 09:59
Puisi 2
Kehangatan Pagi
Ku hirup udara sejuk
Secercah cahaya memasuki kamar
Memberikan sambutan untukku
Bahwa duniaku akan dimulai detik ini
Aku langkahkan kaki
Terperanjat mataku kala menatap meja
Ada secangkir teh hangat di sana
Aromanya menawarkanku kebahagiaan
Aku tahu, pasti ibu yang memberikanku kejutan
Ibu mencoba mengucapkan selamat pagi
Meski tak sempat aku melihatnya sebelum pergi kerja
Bagiku, pagi tetap selalu hangat dan menakjubkan
Karena ibu selalu menyelimutiku dengan sutra cinta yang tulus
karya: Nila Mega marahayu, purwokerto 2010
Puisi 3
INDONESIA SEBAM
Laut kebiruan merayu pesona hati
Mencuat kekayaan di kandungan bumi
Bagai memburu sepasang mata putra
Kemudian.. alamat padi berkibar berpadu
Ditiup sayupan angin beralun
Pahlawan desa bersorak sebab panen berlayar
Dari daratan kota berbau ramai
Bukan putra pandai membangun negeri
Bukan putra bersajak Pancasila
Bukan putra melukis pertiwi
Tapi.. putra bangsa itu kehilangan nuraninya
Putra bangsa itu terburu letih sia-sia
Membiarkan arus persatuan hanyut menepi
Membiarkan sebam di kerongkong Nusantara
Jika binar - binar nasionalis nyata
Mampukah bawakan layar berkabar “Indonesia sebam”
Menggulungkan makna merah putih di jiwa putra,
Indonesiaku hancur dikikis putra bangsanya sendiri..
(Nila Mega Marahayu, Bekasi, Desember 2006)
Medan Juang Belum Menepi
Suara-suara gempita menghamburkan udara panas
dari liang jiwa yang beradu
terus bergemuruh meminta hati mengumpat diri
Ah, medan peperangan telah dipermak
Bendera perjuangan belum juga letih berkibar
Menunggu kami nelangsa mati nurani
Megais dan mengemis pada mafia pemerintahan yang agung
Laksana kabut pagi yang berpendar dari rayuan mesra
Sang Dewa langit bergegas diam ataukah bergerak?
Menanti manusia-manusia dusta bergilir masuk dalam derasnya arus sungai
Memburu kebenaran yang tak lagi syahdu dalam jiwa
Membidik saksi mata yang bisu
Mengubur kepatriotan tanah raya
Ah, lagi-lagi benar telah berkumpul pada sisa dusta yang bias
Penuh doktrin yang berkiyai,
Ternyata pagi membawa kabutnya
Tak lagi menebar kesejukan
Tapi kian senja bersama medan juang yang tak juga padam,
Siapakah yang berani beradu-padukan kesejatian tanah rayaku?
(Nila Mega Marahayu, Purwokerto, 8 April 2010)
Puisi 4
INDONESIA
Ibu,
Aku ingin bebas berlari,
Dimanakah itu?
(Berlarilah nak, pada halamanmu ini yang membentang)
Ibu,
Aku mau bermain,
Bernyanyi,
Menari-nari,
(Lakukanlah nak, lalu pilihlah satu dari ribuan permainan,
Satu dari ratusan dendang,
Satu dari puluhan tarian)
Ibu,
Aku ingin memilih semua itu
(Ambillah nak, satu, dua, atau tiga, sebab itu tak akan habis)
Ibu,
Aku ingin bersama dengan kawan
(Rangkullah nak, satu demi satu kawanmu, boleh dari kumpulan suku,
Boleh dari kumpulan agama,
Boleh dari kumpulan ras)
Ibu,
Bolehkah aku terlalu bahagia
(Apa alasanmu anakku?)
Sebab kampung halamanku hijau membentang,
Kawanku banyak menyebar,
Dendang, tari, dan mainanku terlalu meruah.
Ibu,
Bolehkah aku bertanya
(Katakanlah anakku)
Apa nama semua ini?
(Ini adalah negeri menakjubkan yang dipersatukan oleh satu bahasa)
Ibu,
Apakah itu?
(“Bahasa Indonesia”, anakku)
Lalu negeri macam apa ini, ibu?
(Inilah sebuah negeri yang kaya melimpah,
Inilah negeri pujaan kita
“Indonesia”
Tapi, telah lama tertidur)
Ibu,
Aku harus bicara
(katakanlah nak)
“Lihatlah aku, ibu”
“Akulah yang akan membangunkannya”
((Ibu menatap kagum dalam pilu))
(Nila Mega Marahayu, Purwokerto, 22 Mei 2008)
puisi 5
PadaMu Garuda
Mereka datang berbondong
Datang dengan doa
Penuh harapan
Mereka membawa nama anak bangsa yang mencintai timnya
Sorak sorai menggema
Lagu-lagu kebangsaan terurai deras
Memacumu wahai Garuda Indonesia
Mereka dan aku tak pernah sedikitpun menyerah
Seperti engkau tunjukkan pada dunia arti ketangguhan
Langkah dengan segala tehnikmu memukau dunia
Memukau mata kami yang dilanda keharuan
Kemenangan dari sekedar piala AFF memang tak kalian jamah
Tapi arti persatuan
Arti perjuangan
Arti ketangguhan
Demi merah putih yang berkibar diatas sana
Di tiang tertinggi sepak bola dunia kelak
Demi pertiwi yang mengharapkan keajaiban
Demi aku dan mereka yang rindu kemenangan
Jangan sedikitpun gentar dan menghentikan langkah kalian wahai Garuda
Saatnya kalian bangkit
Buktikan semuanya
Meski piala AFF tak terjamah
Tapi esok matahari akan tetap bersinar
Masih akan ada pagi
Masih ada harapan
Seperti bola yang bundar
Maka keajaiban akan terus tangguh berputar
Setangguh Garuda yang sesungguhnya
Jangan kalian fikir aku dan mereka kecewa
Jangan kalian kira langkah kami berhenti dan memaki
Karena kemenangan bukanlah sekedar itu bagi kami
Tapi arti kemenangan sesungguhnya adalah merah adalah putih
Adalah pertahanan di depan gawang
Adalah proses menerjang gawang lawan
Garuda
Lihatlah sampai pagi telah berganti
Kami tetap bangga jadi bagian bangsa yang kalian pertaruhkan
Yang kalian cucurkan keringat dan kemembaraan martabat
Di medan perang yang sesungguhnya
Haruslah kalian tahu
Bahwa kami bangga menjadi anak bangsa yang berada di belakang kalian
Tim Garuda adalah tim kemenangan bagi kami
Tim Garuda adalah pahlawan lapangan kami
Akan tetap begitu
Sampai selamanya
Akan terus begitu
Sampai esok kesempatan itu datang lagi
Jangan pernah menyerah dan takut pada kenyataan yang sulit
Sebab aku dan mereka yang mengaku sportermu
Akan terus berada di pundakmu
Akan terus ada di dalam jiwa, raga, dan hatimu
Kala kalian berlari dan menendang
Kala itu pula kami bangga bertanah air Indonesia
Bagaimanapun
Meski bola tak lagi menerjang gawang dengan lebih tangguh
Meski piala AFF masih menjadi impian
Tetaplah luka-luka yang ada di raga kalian
menjadi luka kami
Tetaplah wajah-wajah kalian selalu dirindukan di kekuasaan lapangan perang
Berjanjilah bahwa esok kalian akan tetap berada di lapangan
Dengan bergelora
Karena kami akan terus Siap menyanyikan lagu kebanggaan pada Tim Garuda Tanah air kami
Garuda di dadaku
Garuda kebanggaanku
Ku yakin hari ini pasti menang!
(Nila Mega Marahayu, Purwokerto, 30 Desember 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar