Kamis, 14 Juni 2012

Analisis terhadap Cerpen Robohnya Surau Kami karya AA Navis


Mata Kuliah : Sastra Indonesia Modern 1, diampuh oleh Prof. Dr. Faruk, H.T.
Catatan Analisis terhadap Cerpen Robohnya Surau Kami :
·         Adakah pengaruh kedatangan si Aku terhadap kematian kakek atau apakah kedatangan si Aku menjadi salah satu faktor penyebab kematian si kakek ?
Jawabannya adalah ya, si aku menjadi salah satu faktor penyebab kematian si kakek. Alasannya adalah :
1.      Si aku tidak dapat memberikan solusi atau hiburan atau nasihat kepada kakek ketika si kakek bertanya atau melakukan pembelaan terhadap dirinya. Si aku hanya diam dan mendengarkan atau membiarkan si kakek bertanya-tanya sendiri akan dirinya, dimana dalam hatinya sesungguhnya si kakek semakin ragu terhadap kebenaran dirinya. Ia secara tidak langsung tengah terpengaruh dongeng atau perkataan Ajo sidi. Hal inilah yang kemudian membuat si kakek semakin bermuram durja. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut.
“Tapi aku tidak perlu menjawabnya lagi. Sebab, aku tahu, kalau kakek sudah membuka mulutnya, dia tidak akan diam lagi. Aku biarkan kakek pada pertanyaannya sendiri.”
Tidak selamanya diam adalah sebagai suatu perilaku yang pasif dan dalam hal ini, diamnya si Aku seakan memberikan ruang terhadap kebenaran atau membenarkan dongeng atau perkataan Ajosidi dan juga mulai tidak percaya atau juga menyalahkan si kakek. Sebenarnya si kakek cukup lega atau senang dengan adanya kedatangan si aku sehingga ia dapat mencurahkan isi hatinya atau kekesalannya kepada si aku, tetapi ditengah-tengah ceritanya ia bertanya kepada si aku perihal tindakannya selama ini benar atau salah. Si kakek dalam ceritanya pun sudah mulai untuk meminta dukungan kepada si aku untuk membenarkan dirinya. Namun, hal itu tidak disambut dengan perkataan nasihat atau jawaban yang diinginkan si kakek dari si aku. Alhasil si kakek terus tersudut dengan pertanyaannya sendiri dan semakin ragu akan kebenaran dirinya dan mulai kuat kepercayaannya terhadap cerita Ajosidi.  
2.      Si aku datang kepada si kakek sudah tidak lagi sebagai individu atau tidak lagi seperti dirinya. Ia datang kepada si kakek sudah sebagai bagian dari lingkungan sosial. Hal ini terlihat jelas dengan adanya perilaku si aku yang bertanya-tanya kepada kakek yang seolah-olah ia ingin tahu terhadap sesuatu yang terjadi. Seperti cerita Ajosidi sebelumnya tentang pemimpin yang seperti katak, maka warga percaya dan ikut memanggil pemimpin itu sebagai si katak. Dalam kasus si kakek pun sama dalam anggapan atau kepercayaan warga, maka si aku sebagai bagian dari lingkungan sosial, datang kepada kakek sudah terbawa pengaruh sosial yang mempercayai cerita Ajosidi. Namun hanya saja si aku masih ragu dan tidak sepenuhnya mempercayainya tetapi dirinya tetap saja sudah meragukan kebenaran kakek. Dapat diandaikan, jika si aku tidak percaya pada cerita Ajosidi maka ia datang kepada kakek tidak dengan pertanyaan yang menggebu-gebu atau terus menekan si kakek dan si aku juga pasti akan bersikap aktif dengan memberikan jaawaban atau nasihat kepada kakek, tetapi si aku justru bersikap pasif atau diam. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut.
“ketika kakek terdiam agak lama, aku menyelakan tanyaku. “ia katakan kakek begitu, kek ?”
“ia tak mengatakan aku terkutuk. Tapi begitulah kira-kiranya.”
Kesimpulan :
            Kalau si aku tidak datang kepada kakek, kemungkinan kakek tidak akan bunuh diri. Hal ini terlihat pada pisau yang berserakan yang awalnya tidak terfikirkan oleh si kakek untuk membunuh si Ajosidi apalagi bunuh diri. Keadaan menjadi berubah dengan adanya hasrat untuk membunuh karena si kakek diberikan pertanyaan akan keberadaan pisau dari si aku, sehingga seolah memberikan ruang pemikirannya atau mentalnya untuk berfikir tentang “membunuh”. Dalam hal ini Ajosidi pun dapat dikatakan tidak mungkin membunuh si kakek, kendatipun pisau itu miliknya yang sedang diasah si kakek karena si kakek adalah orang yang selalu dimintai mengasah pisau oleh warga. Ajosidi tidak mingkin membunuh si kakek karena Ajosidi tidak terlihat memiliki motif atau alasan kuat untuk membunuh si kakek. Keadaan tersebut memberikan peluang pembenaran bahwa kakek benar-benar bunuh diri.
            Sebenarnya ada kejanggalan dalam cerita tersebut, bahwasanya seharusnya kakek merasa lega karena dapat menceritakan isi hatinya atau kekesalannya kepada si aku dan seharusnya membuatnya tidak jadi bunuh diri, tetapi ternyata ia tetap bunuh diri. Dalam hal ini terlihat betapa si aku tidak dapat mencegah adanya kejadian yang akan nmenimpa kakek.
            Tindakan kakek bunuh diri adalah sesuatu yang wajar karena biarpun ia seorang yang kuat imannya, tetapi hidupnya sepenuhnya untuk Tuhannya. Andaikan si kakek adalah seorang yang imannya kuat dan juga hidup dengan bersosialiasi maka mungkin ia tidak terlalu kecewa. Dalam hal ini, kakek yang begitu lurus jalan hidupnya hanya untuk Tuhan, maka ia merasa sangat kecewa akan tindakannya selama ini sebagai orang lurus jalannya kepada Tuhan, kalau ternyata toh ia akan masuk neraka juga seperti orang-orang lain yang tidak berbakti hidupnya benar-benar untuk Tuhan. Tentu saja cerita Ajosidi membuat kakek kecewa dan tidak memiliki tujuan hidup lagi.
***

  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar